Ilmu

Apakah ilmu atau keterampilan yang kita pelajari di masa kecil itu tidak akan berguna saat kita dewasa? Memang, kita sering menjumpai, bahwa, sesuatu yang kita pelajari di masa lalu tidak ada hubungannya dengan bidang yang kita jalani sekarang. Namun, apakah berarti, ilmu yang telah kita pelajari itu sia-sia?

Menurut saya, tidak.

Walau tidak berhubungan langsung, tapi pasti ada sedikit keterkaitan.

Waktu kelas 4 SD, saya pernah menjuarai lomba menggambar. Karena itulah, ibu memasukkan saya ke sebuah sanggar menggambar. Ibu merasa, saya punya sedikit talenta di bidang ini. Jadi, harapannya, kemampuan menggambar saya bisa meningkat.

Memang benar, setelah ikut les di situ rutin setiap 2 kali seminggu, skill menggambar saya sedikit mengalami kemajuan. Gambar saya membaik. Setidaknya, saya tahu ada istilah perspektif, garis kontur, garis cakrawala, background, dan gradasi warna. Lomba menggambar dan mewarnai pun semakin intens saya ikuti. Beberapa kali juara. Sisanya tidak.

Ketika SMP hingga lulus SMA, karena suatu sebab, saya memutuskan tidak lanjut menggambar. Saya pun kuliah. Dan, jurusan saya bukan seni rupa. Namun, ternyata teknik menggambar yang pernah saya pelajari di sanggar ketika SD itu ada manfaatnya.

Jurusan kuliah saya merupakan jurusan yang mempelajari pembuatan peta. Dan, peta, tentu erat kaitannya dengan warna. Memang ada jenis peta dasar, yaitu peta yang semua unsurnya sudah diatur, termasuk warnanya.

Tetapi, ada juga lho, jenis peta tematik. Pembuatan peta tematik terkadang memerlukan kreativitas kita sendiri dalam menentukan warnanya. Pemilihan warna pada peta membutuhkan jiwa seni, walaupun dalam kadar sedikit. Sebab, jika tidak melibatkan jiwa seni, peta yang dihasilkan terkesan hambar, gersang, dan mati. Jadi, ternyata, secara tidak langsung, ilmu menggambar dan mewarnai yang saya pelajari  waktu SD itu bisa diaplikasikan di bangku kuliah.

Saya pernah punya pengalaman lain. Jadi, ketika akhir semester 6, saya mengikuti program Kuliah Kerja Nyata (KKN). Di sini, semua mahasiswa wajib membuat program kerja.

Salah seorang teman, membuat program kerja berupa lomba menggambar. Dan saya, disuruh menjadi  juri. Karena waktu SD saya pernah les menggambar selama bertahun-tahun, jadi, ketika menjadi juri lomba menggambar, saya tidak ngawur. Setidaknya, saya tahu, mana gambar yang bagus. Dengan yakin, saya juga bisa menyebutkan alasan gambar-gambar tersebut layak jadi juara. Di sinilah, lagi-lagi, ternyata, apa yang saya pelajari di masa lampau bermanfaat di masa kini.

***

Cerita berlanjut ketika saya SMP. Selama SMP, saya mengikuti les privat matematika. Namun, les privat kali ini beda. Tidak hanya mengandalkan latihan-latihan soal, tetapi lebih mengedepankan konsep dasar. Guru les tidak hanya melanjutkan materi pelajaran yang lagi dibahas di sekolah. Tapi, di pertemuan pertama, guru les meneliti kemampuan matematika saya dari awal. Pokok bahasan mana yang masih lemah, dan pokok bahasan mana yang sudah kuat. Dan, guru saya menjelaskan materi pelajaran matematika dengan perlahan-lahan pada pokok bahasan yang masih lemah itu. Sementara pada pokok bahasan yang sudah kokoh, guru les tinggal memberikan pengayaan.

Hasilnya?

Kemampuan matematika saya meningkat drastis. Jika dulunya saya sering ikut remidi matematika, saat SMP, saya hampir tidak pernah ikut remidi. Soal tipe seperti apa pun bisa saya lahap. Walau dibolak-balik dan diputer-puter, tetap saya bisa mengerjakan karena konsep saya sudah kokoh.

Ketika SMA, walau saya sudah tidak lagi ikut les privat matematika, tapi dampaknya masih terasa. Seperti di bangku SMP, di tingkat SMA ini saya tetap jarang ikut remidi matematika.

Lalu, apakah les matematika yang saya ikuti di waktu SD masih terasa gunanya saat saya kuliah?

Masih, dong.

Walau jurusan kuliah saya bukan matematika, tapi ternyata masih ada hubungannya, lho.

Ada mata kuliah Statistika Dasar dan Matematika Dasar di semester 2. Dan, di fakultas saya, kedua mata kuliah itu terkenal horor. Kenapa? Karena banyak mahasiswa yang nilainya jelek atau tidak lulus di kedua mata kuliah itu. Bahkan, ada juga yang sudah mengulang hingga 4 kali, tapi masih saja tidak lulus.

Di fakultas saya, kedua mata kuliah itu dinobatkan sebagai mata kuliah tersulit. Mungkin, karena mempelajari statistika dan matematika itu tidak bisa dilembur satu hari jadi. Jadi, jangan harap, kalau besok ada ujian, dan H-1 baru mulai belajar. Dijamin bakal ambyar. Lagi pula, setiap bab di statistika dan matematika itu kan saling berhubungan. Kalau tidak paham materi di bab 1, ya sudah, niscaya, akan tidak paham juga di bab-bab selanjutnya.

Sulitnya lulus pada kedua mata kuliah tersebut di fakultas saya memang tidak main-main. Bahkan, seorang dosen pernah berkata, bahwa, ada beberapa mahasiswa bimbingan skripsinya yang molor mata studinya gara-gara tidak lulus di mata kuliah Statistika Dasar dan Matematika Dasar.

Konon katanya, mahasiswa ini sudah selesai mengerjakan skripsi. Namun, saat hendak mendaftar sidang di akademik fakultas, dia dinyatakan belum bisa, karena belum lulus di mata kuliah Statistika Dasar dan Matematika Dasar. Jadi, mau tidak mau, si mahasiswa ini harus menunggu semester berikutnya untuk mengulang kedua mata kuliah tersebut.

Saya merasa beruntung. Karena, saya langsung lulus dengan nilai yang tidak rendah-rendah amat di kedua mata kuliah itu, tanpa perlu mengulang. Dan, saya sadar kalau hal ini bisa terjadi berkat les privat matematika yang saya ikuti saat SMP. Rupanya les privat tersebut memberikan pondasi yang kuat. Sehingga, walaupun pokok bahasan matematika di bangku SMP berbeda dengan matematika di bangku kuliah, tapi, saya bisa beradaptasi karena sudah punya bekal yang cukup.

***

Bahkan, mata kuliah pemrograman yang pernah saya ikuti di kuliah juga berguna di masa sekarang. Walau pemrogramannya hanya level sangat dasar, setidaknya saya punya pengalaman berkecimpung dalam baris-baris kode.

Ternyata, skill pemrograman sangat dibutuhkan di era modern ini. Contohnya, saat saya memutuskan untuk memilih template blog ini. Jadi, dulu saat pertama nge-blog, saya hanya menggunakan template default dari blogspot. Tapi, lama-lama, saya merasa perlu upgrade. Saya pun mencari template blog gratisan yang ciamik di internet.

Walaupun template blog-nya sudah jadi, tapi, untuk memasangnya, perlu penyesuaian. Mau tidak mau, saya harus sedikit mengutak-atik kode programnya. Sebab, jika saya gunakan mentah-mentah begitu saja, hasilnya berantakan. Tetap perlu ada bagian yang saya tambah dan saya hilangkan.

Saya membutuhkan waktu sehari semalam hanya untuk meng-custom template blog sesuai selera. Dan, hal ini, sepertinya tidak mungkin bisa saya lakukan hingga tuntas, jika selama kuliah saya tidak pernah bersinggungan dengan dunia pemrograman.

***

Kesimpulannya, semua ilmu itu bermanfaat. Ilmu domestik seperti menyapu, mencuci piring, dan menyetrika baju saja, tetap dibutuhkan. Mempelajari suatu ilmu atau skill tidak ada ruginya. Memang, kita tidak tahu kapan kita membutuhkan ilmu tersebut.

Tapi, bukankah lebih baik kita membekali diri dengan banyak ilmu sehingga ketika dibutuhkan, kita tinggal mengeluarkannya?

Daripada, ketika kita sudah membutuhkan suatu ilmu, kita masih kelabakan karena belum punya amunisi yang cukup.

Komentar

  1. Setuju walaupun kelihatan gak berguna tapi aslinya tetap ada hubungan atau kaitannya, dan aku pun sering mengalaminya hehe

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Susah Konsentrasi Selama Pandemi

Diam itu (Belum Tentu) Emas?

Semua Foto Akan Terlihat Jadul pada Waktunya