Postingan

Menampilkan postingan dengan label Observasi

Bapaknya Guru Matematika, Tapi Anaknya Tidak Pintar Matematika?

Kok bisa, bapaknya guru matematika, tapi anaknya, nilai matematikanya jelek? Bukankah seharusnya, karena mereka serumah, itu lebih gampang ya, untuk si bapak ngajari anaknya matematika? Bukankah, karena mereka adalah anak dan bapak, seharusnya, si anak bisa bebas, mau tanya tentang pelajaran matematika ke si bapak, kapan pun, sepuasnya? Itu yang ada di benak orang-orang, yang heran, kenapa bapaknya guru matematika, tapi anaknya tidak pintar matematika. Kenyataannya, adanya ikatan darah di antara mereka berdua—dalam hal ini adalah bapak dan anak—tidak selalu mempermudah proses belajar matematika di rumah. Adanya ikatan darah di antara mereka berdua, justru, kadang, membuat proses belajar menjadi kurang plong . Ketika si bapak berniat mengajari anaknya mata pelajaran matematika di rumah, yang ada di benak si anak adalah : Tidak percaya kalau orang yang ada di hadapannya a.k.a bapaknya itu betulan guru matematika. Si anak pun kurang antusias dan kurang memiliki rasa “takut”.

Sulitnya Menemukan Blog Personal di Mesin Pencari

Jika ditanya, tipe blog favoritku itu seperti apa, jawabannya adalah blog personal. Ada beberapa definisi blog personal, tentunya. Tapi, menurutku secara pribadi, blog personal adalah blog yang dikelola oleh seorang blogger, berisi pengalaman dan pandangan pribadinya atau orang-orang di sekitarnya, dan ditulis dengan gaya bahasanya sendiri. Intinya, blog personal —setidaknya menurutku— adalah blog yang ada sentuhan personalnya . Beberapa tahun belakangan, ada satu hal yang aku rasakan betul saat menjelajahi mesin pencari. Jika dulu saat searching sesuatu di mesin pencari, blog-blog personal sering muncul di halaman-halaman awal, sekarang sudah berubah. Sekarang, ketika aku mengetikkan kata tertentu di mesin pencari, mayoritas yang muncul adalah blog-blog profesional dan website-website perusahaan besar. Misal, ketika aku mengetikkan kata kunci tentang penyakit, maka yang muncul adalah website kesehatan profesional macam Halodoc, Hellosehat, Alodokter, dsb. Lalu, ketika aku m

Apakah Novel Besutan Wattpad itu Pasti Norak?

Judul postinganku ini pakai tanda tanya, lho. So , aku mempertanyakan apakah novel besutan Wattpad itu pasti norak. Bukan menyatakan bahwa novel besutan Wattpad itu pasti norak. Mempertanyakan ya, bukan menyatakan . Beda tipis nih tulisannya. Hahaha, jadi jangan dipelintir, ya :P   Dan seperti postingan-postinganku yang sudah-sudah. Aku suka membuat pertanyaan sendiri, lalu aku jawab sendiri. Begitu pula dengan postingan kali ini. Pertanyaan ini aku lontarkan sendiri, untuk kemudian aku cari jawabannya sendiri. Mendengar kata "Wattpad", maka jujur saja--dulu nih--yang langsung terlintas di benakku adalah "abege-abege labil".  Entah kenapa, Wattpad identik dengan image seperti itu. Hal ini pun dikeluhkan oleh banyak orang.  "Halah, cerita-cerita yang ada di Wattpad tuh pasti seputar cewek yang ngejar cowok ganteng."  "Tulisan di Wattpad tuh pasti seputar bad boy ganteng tajir melintir yang jatuh cinta dengan cewek lugu, sederhana nan biasa saja.&

Lula dan Anak-anak Lainnya

Namanya Lula. Dia adalah seorang anak perempuan kelas 2 SD yang satu tahun belakangan mengikuti les privat membaca di tempat ibuku --- pensiunan guru SD yang membuka les privat di rumah.   Satu hal yang patut diacungi jempol dari Lula adalah sifat tahan bantingnya.  Dia selalu datang tepat waktu, bahkan 5 menit sebelum les dimulai.  Fokus, mencurahkan perhatiannya pada apa yang sedang dipelajarinya.  Tidak mengeluh capek, walau dijejali materi pelajaran selama 1,5 jam lamanya.  Tidak mengeluh bosan walau dia harus datang 2 kali dalam seminggu.  Tidak cemberut ketika masih terseok-seok mengeja huruf demi huruf.  Ketika dia ditanya tetapi tidak mengetahui jawabannya, dia hanya bilang, "Nggak tau...", tanpa mengeluh bahwa ini sulit.  Satu tahun lalu, saat mulai ikut les, Lula benar-benar masih awam dalam hal membaca. Butuh waktu 3 bulan untuk menghafal 26 huruf abjad. Di bulan ke 6, dia baru bisa merangkainya menjadi kata. Dan baru di bulan ke 12 (atau setelah satu tahun) dia ba

Belajar Mengenali Diri Sendiri

Tentu, kenal dengan diri sendiri itu penting. Kenal dengan diri sendiri berarti mengetahui kelebihan dan kekurangan diri.  Tapi, mengenali diri sendiri tidak seinstan itu. Butuh perjalanan panjang hingga akhirnya kita bisa mengatakan, "Oh, aku tuh orangnya begini..."  Berbagai kelebihan dan kekurangan yang melekat pada diri kita adalah identitas yang membedakan kita dengan orang lain. Masing-masing dari kita memang berbeda. Dan, melalui perbedaan itulah kehidupan bisa berlangsung.

6 Alasan Tidak Semua Berita Viral Harus Kita Konsumsi

Berita viral terus bergulir dari hari ke hari. Kemarin heboh tentang perselingkuhan artis A dengan artis B. Sekarang tentang tingkah konyol warga +62 yang bikin geleng-geleng kepala. Besoknya, entah, ada apa lagi.  Ada 6 alasan bahwa tidak semua berita viral harus kita konsumsi:  1. Tidak selalu relevan untuk kita. Seringkali, berita yang sedang viral itu tidak relevan untuk kehidupan kita. Kita tidak mengenal secara langsung orang yang diberitakan. Bahkan, orang yang diberitakan tidak tahu kalau kita hidup di dunia ini.  Apalagi, jika perilaku orang yang diberitakan itu tidak berpengaruh apa pun pada hidup kita, ngapain kita ikutan rempong?   2. Menuai perdebatan tak berkesudahan. Zaman sekarang mah, apa sih, yang gak jadi bahan perdebatan? Apa aja bisa, kan? Begitu pula dengan berita viral. Setiap ada berita viral, pasti langsung muncul komentar netizen.  Dan, selalu, ada 2 kubu, yakni yang pro dan yang kontra. Padahal, ada hal-hal yang gak perlu diperdebatkan. Ada hal-hal yang sebe

Dikucilkan

Ngomong-ngomong tentang kucil-mengucil, pasti sudah tidak asing di kehidupan kita.  Dalam suatu lingkungan, entah itu di sekolah, kuliah, bahkan tempat kerja, hampir selalu ada orang yang dikucilkan.  Lantas, mengapa seseorang bisa dikucilkan?  Menurut pengamatan saya, seseorang bisa dikucilkan karena dianggap tidak berdaya, dianggap tidak kompeten, dianggap tidak setara dengan orang lain, dianggap aneh, dianggap melakukan kesalahan, atau bahkan, tanpa sebab yang jelas.

Pedagang di Pasar Tradisional: Sebuah Profesi yang Underrated

Waktu masih kecil dulu, saya memandang pasar tradisional dengan sebelah mata. Kenapa? Karena pasar tradisional identik dengan tempat kotor, becek, bau, lembab, dan berantakan. Ditambah tempat parkir yang tidak beraturan, membuat beberapa orang malas ke situ. Begitu pula dengan pedagangnya. Profesi pedagang di pasar terlihat sebagai profesi “rakyat jelata” yang tidak terlihat "wah". Sejauh pengamatan saya, tidak pernah ada anak TK atau SD yang bercita-cita ingin menjadi pedagang di pasar. Tapi, image seputar pasar dan pedagangnya di benak saya semasa kecil itu, kini sudah terpatahkan. Sebab, pasar di dekat tempat tinggal saya sekarang sudah berwujud bangunan megah 3 lantai dan bereskalator. Pokoknya, jadi mirip seperti mall. Hanya saja, setelah kita berbelanja, gak diberi nota. Lalu, bagaimana dengan pedagangnya? Well , menurut saya, pedagang di pasar adalah profesi yang underrated karena mereka punya kompetensi unggul di bidangnya, tapi belum pernah ada lembaga

Aneka Mahzab dalam Dunia Kepenulisan

Mahzab, dalam hal ini artinya aliran, versi, slogan, dan pendapat yang dianut setiap penulis. Berdasarkan analisis cetek saya, ada beberapa mahzab yang dianut penulis. Pertama, ada penulis yang berprinsip, kejarlah kuantitas dulu, urusan kualitas itu belakangan . Biasanya, dalam workshop kepenulisan, penulis jenis ini akan menyarankan kita untuk menulis minimal sekian ribu kata per hari. Tulislah apa pun. Lakukan secara konsisten. Penulis jenis ini berpendapat, bahwa kualitas akan membaik setelah kita rutin melakukan aktivitas menulis secara berulang-ulang. Ada pula yang berprinsip sebaliknya. Yakni, untuk tahap awal, tulislah kalimat-kalimat yang singkat. Jangan berusaha memanjang-manjangkan kalimat agar tulisannya terkesan banyak. Biasanya, penulis jenis ini berprinsip, apalah artinya tulisan panjang kalau banyak pengulangan dan kalimat tidak efektif. Kedua, setiap penulis punya kecocokan bentuk tulisan . Ada yang ahli menulis cerpen, seperti AS Laksana dan Bernard Batubara.

Gak Mau Makan Mie Selain Indomie

Judul saya tidak mengada-ada. Beneran ada kejadiannya. Jadi, ada seorang tetangga saya, sebut saja Mawar, yang sangat fanatik terhadap mie instan merk Indomie. Saking fanatiknya, sampai-sampai, seorang pemilik warung (yang juga tetangga saya), sebut saja Melati, hafal kebiasaan si Mawar.  Konon katanya, ketika datang ke warung Melati, Mawar langsung to the point , menanyakan keberadaan Indomie. Dan, jika Melati menjawab tidak ada (karena stock Indomie habis), Mawar rela pulang dengan tangan kosong. Mawar tidak mau membeli mie instan selain Indomie.   ***  Kita tentunya sudah tidak asing dengan cerita di atas. Di kehidupan nyata, orang seperti Mawar itu ada banyak. Tidak hanya Mawar tetangga saya, tetapi juga ada Mawar-mawar yang lain. Bahkan, bisa jadi, kita termasuk Mawar.  Kalau kita analisis, sebenarnya, apa sih yang dipikirkan oleh Mawar? Mawar adalah tipikal orang yang maniak terhadap merk tertentu. Maniak ini sudah bukan hanya setia, ya. Tapi, sampai pada level terobsesi. Obsesi

Semua Foto Akan Terlihat Jadul pada Waktunya

Saya percaya, semua orang suka mengabadikan momen di hidupnya melalui foto. Lewat foto, kita bisa bernostalgia. Mengingat berbagai kejadian mengesankan di masa lalu. Saya suka mengamati perubahan yang terjadi di kehidupan ini melalui foto. Sesaat setelah foto diambil, foto itu terlihat waw . Tapi, seperti yang kita tahu, foto itu, lama-lama akan terlihat jadul. Apa saja isi foto-foto jadul itu? Oke, langsung saja kita ke pembahasannya: Sebagian besar anak-anak kelahiran 1990-an mempunyai gaya berfoto yang khas. Mereka biasanya pernah merasakan yang namanya berfoto di studio. Anak perempuan menggunakan rok terusan di bawah lutut serta rambutnya dikuncir dua. Lalu, anak laki-laki memakai baju kemeja lengan pendek yang dimasukkan rapi, dalam celana sepanjang tiga per empat, serta rambutnya dibelah tengah. Tak lupa, ibu mereka mengarahkan bagaimana mereka harus berekspresi di depan kamera. Seringkali, mereka tampak seperti dipaksa senyum. *** Di zaman tahun 2008-2012, media sos

Hari Gini Masih Nulis di Blog?

Aku membuat blog ini tahun 2015, saat kelas 2 SMA. Waktu itu, ada mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Salah satu materi pembelajarannya adalah membuat blog . Jadilah aku mulai membuatnya. Tapi, isinya masih asal-asalan copy paste dari Wikipedia. Ya, aku hanya menggugurkan kewajiban agar dapat nilai saja, sih . Kemudian, tahun 2016, aku kembali menulis di blog. Ketika itu, aku sedang ospek, dan kampus mewajibkanku menulis pengalaman menjadi mahasiswa baru di blog . Aku pun kembali asal-asalan mengisi blog. Setidaknya, aku bisa lulus ospek dan dapat sertifikat. Begitu pikirku. Bertahun-tahun kemudian, blog ini terbengkalai. Tulisan-tulisan tahun 2015 hingga 2016 kuhapus semua. Dan, pada bulan Oktober tahun 2020, aku mengurusnya lagi. Pertanyaannya, apakah nge- blog di tahun 2020 masih worth it ? Atau, sudah ketinggalan zaman?     Aku akan menjabarkan alasanku masih nge- blog di tahun 2020: Semua Bermula dari Pencarian Hobi Dulu, aku adalah manusia yang

Ilmu

Apakah ilmu atau keterampilan yang kita pelajari di masa kecil itu tidak akan berguna saat kita dewasa? Memang, kita sering menjumpai, bahwa, sesuatu yang kita pelajari di masa lalu tidak ada hubungannya dengan bidang yang kita jalani sekarang. Namun, apakah berarti, ilmu yang telah kita pelajari itu sia-sia? Menurut saya, tidak. Walau tidak berhubungan langsung, tapi pasti ada sedikit keterkaitan. Waktu kelas 4 SD, saya pernah menjuarai lomba menggambar. Karena itulah, ibu memasukkan saya ke sebuah sanggar menggambar. Ibu merasa, saya punya sedikit talenta di bidang ini. Jadi, harapannya, kemampuan menggambar saya bisa meningkat. Memang benar, setelah ikut les di situ rutin setiap 2 kali seminggu, skill menggambar saya sedikit mengalami kemajuan. Gambar saya membaik. Setidaknya, saya tahu ada istilah perspektif, garis kontur, garis cakrawala, background , dan gradasi warna. Lomba menggambar dan mewarnai pun semakin intens saya ikuti. Beberapa kali juara. Sisanya tidak. Ketika

Susah Move On

Menurut saya, kelahiran 1990-an adalah Generasi Susah Move On . Mungkin, tidak semua. Tapi, mayoritas begitu. Dan saya, termasuk salah satu di antaranya. Iya, saya, susah move on. Susah move on yang saya maksud di sini bukan perihal melupakan cinta di masa lalu, seperti: mantan gebetan , cinta pertama, cinta dalam diam, cinta tak terbalas, atau pun sudah putus tapi masih berharap. Bukan itu. Move on yang saya maksud adalah move on dalam hal masa kanak-kanak dan masa remaja. Generasi 1990-an, masih suka terngiang-ngiang masa kecilnya. Sampai sekarang. Dari mana saya tahu? Dari isi komentar YouTube. Saya seringkali dengan sengaja mencari video clip lagu-lagu pop grup band Indonesia zaman dulu. Peterpan, Kangen Band, ST 12, Vierra, Geisha, dan kawan-kawannya. Kalau tidak salah, grup band -grup band tersebut berjaya sekitar tahun 2004-2013 di Indonesia. Entah kenapa, ketika sedang rebahan, tangan saya refleks mencarinya. Dan, dengan segera, saya pasang headset di telinga. Lalu

Motivasi

Kita sering mendengar pernyataan, “Milikilah motivasi yang kuat untuk mencapai tujuan.” Motivasi merupakan dorongan untuk melakukan sesuatu. Dengan memiliki motivasi, konon katanya, kita akan lebih fokus dalam mencapai keinginan. Sementara itu, ketiadaan motivasi, akan membuat kita sulit mencapai tujuan. Namun yang jadi pertanyaan, apakah motivasi selalu berdampak positif? Menurut saya, tidak selalu. Ada kalanya, dengan memiliki motivasi, kita bekerja lebih giat sehingga bisa cepat mendapatkan pencapaian. Tapi, tak jarang, motivasi justru membuat kita hanya fokus mencapai tujuan. Kita hanya sibuk memvisualisasikan dan membayangkan hasil yang kita inginkan. Kita malah tidak menikmati proses. Bahasa kasarnya, kita jadi terlalu perhitungan. Kita jadi sibuk menimbang untung-rugi, modal-hasil, dan sejenisnya. Jadi, apakah salah kalau kita punya motivasi? Menurut saya, tidak ada salahnya kita punya motivasi. Tetapi, kita perlu meluruskan motivasi. Kita perlu menetapkan motivasi yang

Sibuk Latah

Setiap waktu, trend bergulir. Bergulirnya trend itu layaknya pergerakan roda, yakni terus memutar. Sesuatu yang dulu menjadi trend , beberapa waktu kemudian akan tenggelam, lalu sekarang kembali naik daun. Dan manusia, pada dasarnya sibuk latah terhadap trend atau sesuatu yang viral. Ya, kita sangat menginginkan apa yang sedang kita tonton. Kita akan penasaran, membicarakannya siang malam, hingga lama-kelamaan ikut membeli atau melakukan trend . Mulai dari trend Gelombang Cinta, batu akik, hingga berkebun yang booming akhir-akhir ini, selalu menggelitik perhatian kita. Kalau dilihat, fenomena trend polanya sama. Dimulai dengan media yang sibuk. Entah bagaimana caranya, benda atau kegiatan yang sedang diberitakan itu tampak menarik. Lalu, semua orang ingin memiliki. Dan akhirnya, barang tersebut dijual dengan harga melambung. Sejak itulah, ternobatkan sebagai barang yang lagi nge- trend . Menurut saya, keinginan tiba-tiba meningkat karena kita terus-menerus terpapar informas