Menyikapi Hal-hal yang Gak Bisa Kita Kontrol

Bisa dibilang, dari kecil aku gak akrab dengan kegagalan. Aku nyaris selalu bisa mendapatkan apa yang aku inginkan. Masuk di sekolah yang aku inginkan, mendapatkan rangking yang selalu aku inginkan, hingga universitas yang juga aku inginkan.

Baru ketika lulus kuliah... boommmmm!!! Untuk pertama kalinya aku menghadapi kegagalan. Itulah kali pertama, aku terganjal oleh realita. Itulah kali pertama, aku tidak (atau belum) mendapatkan sesuatu yang aku inginkan.

Jadi, saat baru lulus kuliah di tahun 2020 dulu, aku amat berambisi mendapatkan pekerjaan yang aku inginkan. Waktu itu, aku mati-matian mempersiapkan diri untuk mengikuti seleksi tes masuknya. Tapi ternyata, aku gagal di seleksi tersebut. Aku pun sangat sedih, sangat terpukul, sekaligus sangat galau, karena kok perjuanganku yang mati-matian itu hanya membawaku pada kegagalan.

Dari situ aku belajar, bahwa... udahlah, gak usah terlalu tegang dan gak usah terlalu berapi-api ketika ingin mewujudkan suatu hal. Bisa dibilang, waktu itu aku terlalu tegang. Terlalu fokus pada persiapan seleksi tes itu thok, dan menutup diri dari kesempatan-kesempatan lain. 

Dan yaa begitulah yang terjadi, saat itu, aku terlalu fokus di satu seleksi tes itu--yang berujung dengan aku gak lolos seleksi--sekaligus aku sudah melewatkan kesempatan lain juga.

Again, dari pengalaman itu aku juga belajar, bahwa ooh, ini toh, buku Filosofi Teras tuh, dipraktekkin di hal seperti ini toh. Bahwa, ada hal yang bisa aku kendalikan--dalam hal ini adalah persiapan menghadapi tes. Tapi ada juga hal yang gak bisa aku kendalikan--dalam hal ini adalah hasilnya. 

Jadi, selama ini, aku terlalu ingin bisa mengendalikan semuanya. Aku terlalu ingin jalanku senantiasa lurus dan mulus. Padahal, yaa gak mungkin dong. Pasti ada kerikil-kerikil tajamnya. Pasti ada tikungannya. 

Intinya, pasti ada rintangannya. Yang terkadang, gak bisa aku kendalikan.

So, kalau kita menghadapi situasi yang gak bisa kita kendalikan, dan itu buruk gimana? Misalnya, dalam kasusku ini berupa kegagalan. 

Ya udah sih. Hadapi aja. 

Selain itu, aku juga belajar bahwa rezeki itu ada waktunya. 

Ibarat bayi di dalam kandungan, kalau belum cukup bulan ya belum lahir, kalau dipaksa lahir malah bahaya. 

Begitu pula rezeki, kalau belum waktunya yaa kita mati-matian kayak gimana pun belum bisa kita dapatkan. Tapi kalau udah waktunya, mak plekenyuk, bisa kita dapatkan walaupun kita gak mati-matian banget dalam memperjuangkannya. 

Komentar

  1. Akan selalu ada yang pertama karena mustahil ada yang kedua kalau tak ada yang pertama..hihihi jadikan saja yang pertama itu sebagai pelajar agar tak terjadi yang kedua.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihi iya mas her, yg pertama kali gagal ya coba lagi nanti

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Susah Konsentrasi Selama Pandemi

Gak Mau Makan Mie Selain Indomie

Ibu Saya adalah Orang yang Beruntung dalam Hal…