Postingan

Menampilkan postingan dari 2022

Kecerdasan Emosi

Bisa dibilang, aku adalah orang yang kecerdasan emosinya rendah. Aku kurang bisa mengontrol emosi. Tidak hanya emosi marah, tetapi juga emosi sedih, sebal, kecewa, takut, dan lain sebagainya.  Aku sering tidak bisa mengontrol emosi di depan banyak orang. Misalnya, aku bisa marah-marah di depan orang lain, secara membabi buta. Atau, aku bisa menitikkan air mata, bahkan pernah menangis tersedu-sedu ketika orang lain memarahiku yang baru saja berbuat salah. Atau, pernah pula, aku tidak bisa menyembunyikan kegugupanku saat harus presentasi tugas kuliah, bahkan, suaraku sampai terdengar bergetar hebat dan mukaku sampai terlihat pucat pasi. Iya, sebegitu rendahnya kecerdasan emosiku.  Tetapi, semakin ke sini, aku sadar, bahwa aku tidak bisa begitu terus. Aku harus belajar meningkatkan kecerdasan emosi. Aku harus bisa mengendalikan perasaan. Dan aku juga harus bisa menunjukkan respon yang wajar atas hal apapun yang menimpaku, entah itu aku sedang kesal, aku sedang dimarahi, dibentak, atau apa

Dilema

Per tanggal 19 Oktober 2022 kemarin, aku ganti HP. HP lamaku sudah menemaniku selama 5 tahun lebih 3 bulan, dalam susah maupun senang, suka maupun suka.  Sebenarnya, kemarin-kemarin aku dilema, antara mau ganti HP atau servis HP aja. Di satu sisi, pengin ganti HP aja, karena performa HP lamaku itu udah menurun drastis sehingga amat sangat mengganggu. Tapi, di sisi lain, juga pengin tetap mempertahankan HP lama, karena sayang sama duitnya.  FYI, HP lamaku itu udah rusak tombol powernya. Jadi, karena tombol powernya udah keras banget, alhasil setiap kali mau nyalain HP itu, harus aku colok ke charger dulu supaya layarnya nyala. Alhasil, ke mana-mana aku harus bawa powerbank. Soalnya kalau sampai batrenya habis dan HP nya mati total, aku bakal kesulitan nyalainnya. Kalau udah begitu, aku harus menekan tombol power sekuat tenaga untuk nyalainnya. Seringkali, tanganku sampai sakit karena harus berkali-kali mencet tombol power.  Selain itu, indikator batrenya juga udah error. Pernah suatu ke

Memilih Mingkem

Satu hal yang aku rasakan, bahwa setiap manusia mempunyai "jarak" yang berbeda ketika berinteraksi dengan manusia lain. Well , gampangnya gini. Misal, si A bisa berbicara lepas dengan si B -- mulai dari bercanda, ngebanyol, curhat, dll -- dengan sangat bebas dan ceplas-ceplos. Tapi, si A tidak selepas itu ketika berinteraksi dengan si C. Si A agak jaga jarak sekaligus agak jaga omongan ketika berinteraksi dengan si C. Ringkasnya, si A berjarak dekat dengan si B, tapi si A berjarak jauh dengan si C. Dulu, waktu masih anak-anak hingga remaja, aku seperti itu. Aku ceplas-ceplos ketika sedang berbicara dengan keluarga intiku, yaitu ibu, ayah, dan kakak. Dan menjaga jarak ketika bicara dengan non keluarga inti. Aku melakukan itu, karena dulu kupikir, keluarga inti adalah tempat yang "aman" untuk memuntahkan unek-unek. Tapi, seiring bertambahnya usia, aku mendapat wawasan baru, bahwa keluarga intiku pun tidak sepenuhnya aman.  Bisa saja keluarga intiku membocorkan curhata

Fast Living yang Melekat pada Diri Generasi Z

Kemarin, aku nonton sebuah video di youtube yang isinya mengatakan bahwa Generasi Z (kelahiran 1997 - 2012) adalah generasi yang gak sabaran. Sebagai Gen Z, aku rasa pernyataan itu memang benar, sih. Akibat hidup di tengah perkembangan teknologi yang pesat, Gen Z punya sisi positif berupa: Ingin menyelesaikan segala persoalan dengan efektif dan efisien. Tapi juga sepaket dengan sisi negatif berupa: Ingin hasil instan, gak sabaran dalam menghadapi proses, mudah cemas, overthinking, insecure, dan membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain. Dengan kata lain, filosofi fast living , atau ritme hidup yang ingin cepat, sat set sat set was wes wos itu sangat melekat pada diri Gen Z. Berdasar pengalamanku pribadi, fast living ini bagus untuk memotivasi diri agar segera mencapai target-target yang diinginkan. Tapi di sisi lain, kalau terlalu ekstrim, praktek fast living juga bisa bikin kita stress kalau kita gak bisa mencapai target-target itu. Karena, tercapai atau gaknya suatu t

Ritme Sirkadian

Ada yang tau ritme sirkadian itu apa? Gampangnya, ritme sirkadian adalah ritme biologis tubuh kita. Kapan kita mulai tidur dan kapan kita bangun. Ada orang yang ritme sirkadiannya seperti ini: tidur jam 9 malam, bangun jam 4 pagi.  Ada pula orang yang ritme sirkadiannya seperti ini: tidur jam 12 malam, bangun jam 7 pagi.  Tapi, ada juga yang ritme sirkadiannya gak teratur: tidur kadang jam 12 malam, kadang jam 3 pagi, kadang jam 7 pagi. Dan bangun juga gak teratur, kadang jam 5 pagi, kadang jam 9 pagi, bahkan kadang jam 3 sore baru bangun. Siapa yang gak teratur itu, hehehe? Kayaknya banyak ya, yang semenjak korona ritme sirkadiannya jadi kacau. Aku pun iya, di tahun 2020 dan 2021.  Kalo aku inget-inget, wuih, tahun 2020-2021 tuh kacau banget hidupku. Karena saat itu aku udah lulus kuliah, tapi belum bekerja, ditambah dengan, aku gak cukup tegas dengan diri sendiri, alhasil tubuhku merasa gak punya kewajiban untuk tidur dan bangun tepat waktu.  Waktu itu, aku sering, malam gak tidur ba

Menyikapi Hal-hal yang Gak Bisa Kita Kontrol

Bisa dibilang, dari kecil aku gak akrab dengan kegagalan. Aku nyaris selalu bisa mendapatkan apa yang aku inginkan. Masuk di sekolah yang aku inginkan, mendapatkan rangking yang selalu aku inginkan, hingga universitas yang juga aku inginkan. Baru ketika lulus kuliah... boommmmm!!! Untuk pertama kalinya aku menghadapi kegagalan. Itulah kali pertama, aku terganjal oleh realita. Itulah kali pertama, aku tidak (atau belum) mendapatkan sesuatu yang aku inginkan. Jadi, saat baru lulus kuliah di tahun 2020 dulu, aku amat berambisi mendapatkan pekerjaan yang aku inginkan. Waktu itu, aku mati-matian mempersiapkan diri untuk mengikuti seleksi tes masuknya. Tapi ternyata, aku gagal di seleksi tersebut. Aku pun sangat sedih, sangat terpukul, sekaligus sangat galau, karena kok perjuanganku yang mati-matian itu hanya membawaku pada kegagalan. Dari situ aku belajar, bahwa... udahlah, gak usah terlalu tegang dan gak usah terlalu berapi-api ketika ingin mewujudkan suatu hal. Bisa dibilang, waktu itu ak

Bekerja Tidak Sesuai Jurusan?

Yap, saat ini aku bekerja tidak sesuai jurusan kuliah.  Aku adalah lulusan jurusan Geografi--yang mayoritas alumninya bekerja di konsultan pemetaan, tapi sekarang aku justru bekerja di bidang Ilmu Komunikasi.  Alasannya?  Ya karena dapetnya ini 🤣  Aku udah melamar ke sana kemari di konsultan pemetaan, tapi belum ada yang nyantol. Dan akhirnya, di sinilah aku "terdampar" sekarang, di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang Ilmu Komunikasi.  Babar blas gak nyambung sama jurusan kuliahku 😆 . Aku sendiri sangat bersyukur akhirnya bisa dapat pekerjaan setelah luntang lantung jadi pengangguran selama 20 bulan sejak lulus kuliah. Tapiiii, sebagai manusia biasa yang pikirannya sering ke mana mana, ada sedikit kegalauan yang aku rasakan. Jadi gini guys. Sebenarnya, aku nge-hide semua story WhatsApp yang ada di kontakku. Tujuannya supaya aku gak ngeliat story mereka. Tapi, dasar tanganku gatel, tetep aja sesekali aku ngintip story-story tersebut. Kadang aku melihat aktivitas teman-

Hari Pertama Masuk Kerja

Setelah kemarin-kemarin aku curhat perihal gak enaknya jadi pengangguran, di postingan blog kali ini aku akan bercerita tentang hari pertama masuk kerja. Akhirnya, setelah menjadi pengangguran selama 20 bulan lamanya, aku dapat kerja juga.  Selama 20 bulan itu, ada kalanya, aku curhat ke keluarga perihal ke-frustrasi-an-ku mencari pekerjaan, dan keluargaku hanya bilang gini, "Cari sampai ketemu!"  Lalu, ada kalanya, aku pengin curhat dengan teman, tapi gak jadi, karena aku berpikir, bahwa aku hanya akan merepotkan dia, dan sepertinya curhat ke teman perihal susahnya cari kerja itu kurang etis, itu yang ada di pikiranku.  Setelah lulus kuliah, aku baru merasakan sulitnya mencari pekerjaan. Aku baru benar-benar mengalami, seperti apa rasanya merintis, memulai, dan mengusahakan sesuatu dari nol.  Kalau dulu, waktu cari SMA setelah lulus SMP misalnya, ya udah, gak keterima di SMA A, ya daftar aja di SMA B. Atau waktu cari kampus pasca lulus SMA, gak keterima di kampus X, ya dafta

Lagi Demotivated

Entahlah. Beberapa hari belakangan, aku gak berselera ngapa-ngapain. Kerjaannya rebahan terus. Hambar. Bosen sama diri sendiri.  Aku pun bertanya-tanya, ke mana perginya motivasiku? Kenapa aku jadi gak punya motivasi gini, sih?  Kayak, gak ada hal menarik di hidupku sekarang ini.  Buat bangun dari kasur aja males banget.  Makan juga cuma buat formalitas biar tetep ada tenaga.  Capek, padahal gak ngapa-ngapain.

Pengendara Motor Ter-cemen

Jika di dunia ini ada Sayembara Pengendara Motor Ter-cemen, pasti akulah juaranya. Serius. Padahal, aku sudah delapan tahun menjadi pengendara motor, tapi skill masih gini-gini aja:  1. Takut Naik Motor Bebek .  Bagiku, mengendarai motor bebek jauh lebih sulit dibanding mengendarai motor matic . Ketika naik motor bebek, kita harus paham kapan waktunya pakai gigi satu, dua, tiga, atau empat. Well , tidak apa-apa sih kita cuek terhadap penggunaan gigi, misalnya kecepatan 60 km/jam tapi pakai gigi satu, tapi siap-siap saja motornya bakal bergetar hebat dan sebagai akibatnya... pantat kita kesemutan a.k.a gringgingen dalam bahasa Jawa. Aku pernah belajar naik motor bebek di jalan raya. Niat hati ingin menyalip sebuah truk. Maka, aku memacu kecepatan. Harusnya aku iringi dengan menambah gigi dengan cara menginjak pedal gas bagian depan, kan. Eh, tapi aku justru melakukan sebaliknya, yakni menginjak pedal gas bagian belakang! Aku salah injak! Motor bebek yang aku kendarai syok kali ya,

Sebuah Pengalaman Interview Kerja yang Mengesankan

Awalnya, aku cuma melamar pekerjaan yang khusus diperuntukkan bagi lulusan S-1, sebagaimana pendidikan terakhirku. Tapi, dari 54 lamaran yang aku kirim, hanya ada : 2 e-mail berisi balasan penolakan pada tahap seleksi administrasi, 1  e-mail berisi kegagalanku di tes tertulis, 1  panggilan interview yang berujung dengan penolakan, dan 50 sisanya… tidak ada kabar sama sekali. Itu baru yang aku catat. Masih ada beberapa yang gak aku catat. Lalu, aku pun menurunkan standar. Walau Pendidikan terakhirku S-1, aku coba melamar pekerjaan untuk lulusan SMA/SMK. Pokoknya, aku gak pilih-pilih lagi. Aku pun mengirim lamaran sebagai Staff Admin di salon kecantikan, Staff Packing di toko kue, bahkan aku juga melamar sebagai tukang cuci dan setrika baju di tempat laundry. Hasilnya? Tidak ada balasan. Aku terus mencari. Suatu hari, aku melihat sebuah lowongan pekerjaan untuk lulusan SMA sebagai Staff Produksi di sebuah UMKM yang membuat produk hampers dan parcel . Tanpa pikir panj