Meng-kudet-kan Diri

Warning Alert!

Tulisan ini murni pendapat pribadi. Tidak ada maksud menyudutkan pihak mana pun.

Seperti yang kita tahu, kata “viral” itu sudah ada dari dulu, tapi baru banyak dipakai sekitar empat tahun belakangan. Berita viral ada di mana-mana, seperti Line Today, YouTube, Instagram, hingga platform khusus media online seperti Babe dan sejenisnya. Judul berita viral selalu diawali dengan kata “Viral”, “Menyedihkan”, “Geger”, dan diakhiri dengan 3 buah tanda seru di belakangnya.

Berita viral terus bergulir. Mulai dari “Om Tetolet Om”, “Makan Daging Anjing dengan Sayur Kol“, “Keke Bukan Boneka”, hingga “Odading”.

Beberapa hari belakangan, aku sengaja menutup mata dari berita viral. Berita viral terakhir yang kutahu Cuma “Semongko Sis”. Aku tidak tahu sekarang ada berita viral apa lagi. Aku sudah terlalu jenuh dengan semua kegaduhan itu. Aku ingin hidup tenang. Sebab, aku adalah pecinta suasana sunyi, baik di dunia nyata maupun dunia maya.

***

Jadi, ketika video yang sekiranya viral muncul di beranda YouTubeku, aku langsung meng-klik tanda titik tiga di sebelah kanannya, lalu kupilih “saya tidak tertarik”.

Masih di Youtube. Dulu, aku men-subscribe sekitar 30 channel YouTube. Namun, sekarang aku meng-unsubscribe semuanya.

Aku melakukan ini karena notifikasi video yang baru di-upload dari channel-channel tersebut semakin menumpuk. Selain itu, pada praktiknya, aku tidak mutlak menyukai semua video yang di-upload oleh seorang YouTuber.

Misal, channel-nya si A. Aku hanya akan menonton beberapa video si A yang kusukai. Sementara video lainnya yang sekiranya tidak kusukai (dilihat dari thumbnail dan judul), tidak kulihat sama sekali.

Kalau aku men-subcribe seseorang, seperti ada beban tak tertulis di otakku, bahwa aku harus selalu menonton semua video orang tersebut. Sekali saja aku tidak menonton, aku merasa sudah menyia-nyiakan dan membuang-buang sesuatu. Ibaratnya, aku sudah langganan susu kedelai, tapi tidak kuhabiskan.

Jadi, kuputuskan untuk tidak men-subscribe siapa pun. Sekali lagi, aku akan menonton video yang memang ingin kutonton.

***

Lalu, aku juga membisukan notifikasi dari semua grup WhatsApp yang kuikuti. Bahkan, semua story di kontak WhatsApp juga kumatikan.

***

Lebih jauh lagi, aku sudah log-out dari Instagram selama beberapa hari belakangan. Aku juga sudah bersih-bersih following.

Aku meng-unfollow akun-akun online shop yang secara tidak langsung, membuatku konsumtif. Aku tidak terlalu butuh barang yang dijual oleh online shop itu. Tapi, karena mereka terus membombardirku dengan promosi, lama-lama, aku beli juga. Dan pada akhirnya, setelah barang itu sampai di tanganku, aku menyesal.

Sekarang, di Instagram, aku hanya mem-follow beberapa puluh akun. Semua akun yang aku follow itu hampir semuanya aku mute notifikasinya (postingan, story, dan IG live), kecuali beberapa biji akun yang memang kubutuhkan.

Instagram, juga merupakan media yang sering dipakai untuk membongkar aib orang lain. Misal, si X membongkar aib si Y. Eh, tapi, selang beberapa hari kemudian, keadaan berbalik. Aib si Y juga terbongkar. Lalu, netizen pun berdecak heran. Si X yang awalnya terlihat sebagai tokoh protagonis, kemudian berganti menjadi tokoh antagonis. Menurutku, ini mengerikan sekali.

***

Tindakan yang kulakukan ini bisa disebut sebagai social media detox. Aku tidak hanya menutup mata dari berita viral, tapi juga dari informasi-informasi lain yang tidak relevan untukku.

Zaman sekarang, kita setiap hari disuapi informasi. Saking banyaknya, kita sampai-sampai kekenyangan, bahkan muntah. Dan aku, memilih untuk memilah-milah informasi mana yang layak aku konsumsi, dan mana yang tidak.

Aku merasa, bahwa aku tidak perlu dan tidak mau tahu makanan apa yang dimakan oleh selebgram, baju merk apa yang mereka pakai, berapa saldo tabungan mereka, berapa rumah mereka, dan ke mana mereka liburan.

Diakui atau tidak, dengan kecanduan sosial media, pasti, sedikit atau banyak, kita akan membandingkan dengan diri sendiri.

Misalnya, ketika kita membuka bagian explore Instagram, lantas ada sesoerang yang sedang mirror selfie memakai Iphone terbaru, di alam bawah sadar, kita langsung berkata, “Ini pasti orang kaya.”

Lama-lama, kita membatin, “Kapan ya, aku bisa kayak dia?”

Bagiku, lebih baik aku tidak mengetahui kehidupan orang lain dan aku merasa nyaman.

***

Media sosial itu kan, punya banyak fitur. Ada mute, blokir, unfriend, unfollow, dan sebagainya. Kita, sebagai pengguna, diperbolehkan loh, untuk menggunakan fitur-fitur itu jika diperlukan.

Aku pernah merasa terganggu dengan postingan seorang teman sekolah.

Dia sering nge-like video porno dan nge-repost kata-kata kasar. Awalnya, aku mau memblokirnya. Tapi, aku khawatir, kalau suatu saat aku butuh menghubungi dia, lalu bagaimana? Akhirnya, aku tidak memblokirnya. Aku hanya nge-hide postingan dia. Sejak saat itu, aku merasa tenang sebab tidak ada satu postingan dia yang muncul di berandaku.

***

Aku, sengaja meng-kudet-kan diri. Aku sengaja kurang update. Aku melakukan ini hanya untuk menjaga kewarasan. Titik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Susah Konsentrasi Selama Pandemi

Diam itu (Belum Tentu) Emas?

Ibu Saya adalah Orang yang Beruntung dalam Hal…