Lagi Bingung Banget

Kali ini, aku cuma mau curhat. Ehm, lebih tepatnya mengeluh, ya. Bagi yang gak suka mendengar keluhan, silakan close postingan ini sekarang juga.

Sudah 1,5 tahun aku jadi pengangguran. Aku gak tau, apakah aku masih pantas disebut fresh graduate. Kayaknya sih, kalau udah 1,5 tahun udah bukan fresh graduate lagi, tapi expired graduate. 

Sumpah, aku lagi bingung banget. Aku beneran bingung harus melakukan apa lagi. 

Aku malu, udah lulus kuliah tapi belum juga punya penghasilan. 

Cari lowongan di internet, banyak yang: 

- Lowongan abal-abal a.k.a penipuan, atau 

- Ada syarat, minimal 3 tahun pengalaman kerja.

Sekalinya ada yang buat fresh graduate, syaratnya adalah: 

Ijazah asli ditahan.

Ya gimana ya, aku gak mau sih kalau sampai ijazah asliku ditahan. 

Iya ngerti, mungkin itu jadi salah satu cara bagi perusahaan supaya karyawan gak resign sesukanya. Tapi, aku secara pribadi gak berkenan, sih. Ya kalau entar ijazahnya aman dan dikembalikan, kalau ternyata ijazahnya gak dikembalikan gimana? 

Soalnya, aku udah beberapa kali mendengar cerita, ada orang yang kerja di suatu perusahaan, ijazahnya ditahan, dan waktu si orang ini mau resign, ijazahnya gak dikasih. Akhirnya si orang ini, mau gak mau, tetap bertahan di perusahaan itu, padahal sebenernya dia sendiri udah gak nyaman di situ. 

Ada juga orang yang ijazahnya ditahan, akhirnya merelakan ijazahnya hilang begitu saja, karena ended up, waktu dia minta ijazahnya ke perusahaan, gak dikasih.

Aku gak mau hal itu terjadi. 

Mungkin ada orang yang gak masalah kalau ijazahnya ditahan. Tapi kalau aku, wah, bakalan gak bisa tidur nyenyak dan gak bisa menikmati makan karena kepikiran terus perihal ijazah yang ditahan itu.

Halah, itu mah kamu aja yang masih kurang keras usahanya. Ngeluh mulu! 

Mungkin begitu kata sebagian orang. 

Ya bisa jadi, sih. Iya, bisa jadi, usahaku masih kurang keras. Iya, aku mengakui itu.

Apakah dengan kamu nulis ini di blog lantas menyelesaikan masalah? 

Mungkin itu juga yang ada di benak sebagian orang lainnya. 

Gak menyelesaikan masalah, sih. Tapi gimana ya, aku udah eneg menahan ini semua. 

Aku capek acting terlihat baik-baik saja.

Entahlah. Aku. Lagi. Bingung. Banget.

Ya Allah, aku mohon, tunjukkan titik terang untukku.

Komentar

  1. Sya9 Desember 2021 pukul 01.29

    Semoga diberi kelancaran dalam mencari pekerjaan ke depannya, aamiin Ya Allah

    BalasHapus
  2. CREAMENO9 Desember 2021 pukul 13.10

    Mba Sekar, semoga bisa segera dapat pekerjaan sesuai harapan, dan semoga semua rencana mba Sekar dilancarkan. By the way, nggak apa-apa kok tulis di blog, siapa tau bisa buat lega.

    Saya hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk mba Sekar 🧡

    BalasHapus
  3. Thessa R9 Desember 2021 pukul 16.30

    Halo Mba Sekar, tetap semangaat yaa Mbaa. Percayalah mudah2an rejeki itu akan datang ^^
    Mau komentar sedikit tetng ijzah yg ditahan, menurut aku ga masalah asal ada jangka waktu yg jelas mba. Kan sebelumnya kita dikasi kontrak kerja, di situ biasanya disebutkan brapa lama mereka akan nyimpen ijzah kita. Brapa bulan, atau brapa tahun. Kalau misalnya selama itu kita ga betah, ada komensasi biasanya yg harus dibayar untuk ijzah nya dikembalikan. Sedangkan klo udah lewat jangka waktu itu, kita punya hak untuk ambil ijazah kita kembali loh, bahkan kita bisa komplain atau laporkan kalau pemberi kerja mempersulit pengembalian ijzah kita.
    Jadi mnrt aku, ga perlu takut mba ^^ Kecuali di awal kita tidak diberikan kontrak kerja yg jelas, baru deh jangan diterima...
    Sekali lagi, semangat terus ya Mba Sekar..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekar Anindya9 Desember 2021 pukul 18.27

      Ok mba thessa 👌

      Hapus
    2. Sekar Anindya9 Desember 2021 pukul 19.01

      Oh iya mba thessa, kalau tahan ijazahnya itu untuk program MT sih aman, maksudnya kalau jangka waktu MT nya udah selesai ya pasti ijazahnya dibalikin.
      Tp kalo untuk yg selain MT, misalnya di perusahaan swasta, patut diwaspadai, karena ada karyawan yg dipersulit dan prosesnya berbelit belit ketika akan meminta ijazah kembali.
      Itu sih kata orang2 yg sudah berpengalaman.
      Yaa tapi gak semua perusahaan swasta yg menahan ijazah bakal mempersulit proses pengambilan ijazah. Ada yang fair juga.

      Hapus
    3. Agus Warteg21 Desember 2021 pukul 15.25

      Nah aku setuju sama mbak Ica, asalkan saat mau kerja kita dikasih kontrak yang jelas, berapa lama ijazah kita ditahan maka menurutku aman saja sih. Kalo misalnya tidak dikembalikan kita bisa menuntut perusahaan tersebut.

      Tapi memang ada perusahaan yang tidak mengembalikan ijazah yang ditahan, jadi menurut ku kita harus cari informasi tentang perusahaan tersebut, apakah bisa dipercaya atau tidak.

      Tapi kerja di perusahaan juga capek lho, belum lagi kadang tekanan dari para senior, mendingan di rumah saja jaga lilin.🤣

      Kabooorrrr 🚶🏃💨

      Hapus
  4. Alvi Suryani10 Desember 2021 pukul 22.38

    Tetep semangat mbak, masih fresh graduate kok itungannya kan belum pernah bekerja.

    Yakin deh pasti ada rejeki nantinya.

    Kalau mau coba, minta doa orang tua boleh kok.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Susah Konsentrasi Selama Pandemi

Sebelum pandemi menyerang, berkonsentrasi bukan hal sulit bagi saya walaupun aktivitas di luar rumah sedang padat. Saya tinggal menyisihkan waktu, duduk rileks dan fokus, maka pikiran sudah terkonsentrasi pada hal yang ingin dituju. Namun, semua berubah setelah pandemi terjadi. Kebetulan, pandemi bertepatan dengan kelulusan saya. Ya, saya adalah seorang Sarjana Jalur Corona . Saya punya banyak waktu luang di rumah. Tapi untuk bisa fokus melakukan aktivitas itu susahnya luar biasa. Ada saja godaannya. Beginilah saya semenjak pandemi ini: Baru 5 menit belajar, tangan gatal untuk scrolling sosial media. Baru 10 menit menulis, tubuh sudah lemas ingin rebahan. Dan, baru 15 menit membaca, langsung gagal fokus saat mendengar celoteh keponakan yang sedang lucu-lucunya (btw kami tinggal serumah). Entah kenapa, saya selalu refleks memanjakan diri, padahal seharian tidak melakukan aktivitas berat. Ini sudah terjadi selama 8 bulan. Jangka waktu yang tidak sebentar. Seharusnya sudah cukup
Read more »

Gak Mau Makan Mie Selain Indomie

Judul saya tidak mengada-ada. Beneran ada kejadiannya. Jadi, ada seorang tetangga saya, sebut saja Mawar, yang sangat fanatik terhadap mie instan merk Indomie. Saking fanatiknya, sampai-sampai, seorang pemilik warung (yang juga tetangga saya), sebut saja Melati, hafal kebiasaan si Mawar.  Konon katanya, ketika datang ke warung Melati, Mawar langsung to the point , menanyakan keberadaan Indomie. Dan, jika Melati menjawab tidak ada (karena stock Indomie habis), Mawar rela pulang dengan tangan kosong. Mawar tidak mau membeli mie instan selain Indomie.   ***  Kita tentunya sudah tidak asing dengan cerita di atas. Di kehidupan nyata, orang seperti Mawar itu ada banyak. Tidak hanya Mawar tetangga saya, tetapi juga ada Mawar-mawar yang lain. Bahkan, bisa jadi, kita termasuk Mawar.  Kalau kita analisis, sebenarnya, apa sih yang dipikirkan oleh Mawar? Mawar adalah tipikal orang yang maniak terhadap merk tertentu. Maniak ini sudah bukan hanya setia, ya. Tapi, sampai pada level terobsesi. Obsesi
Read more »

Ibu Saya adalah Orang yang Beruntung dalam Hal…

Jika ditanya, siapa orang beruntung di dunia, maka Ibu saya adalah jawabannya. Jawaban ini didasarkan pada hasil pengamatan kecil-kecilan yang saya lakukan. Tentu, parameternya saya buat dan tetapkan sendiri. Jadi, mungkin akan valid bagi saya, tapi tidak bagi orang lain. Ibu saya adalah produk tahun 1960. Berbeda jauh dengan saya yang kelahiran 1998. Selisih umur mendatangkan perbedaan signifikan di antara kami, dari segi pola pikir, kebiasaan, dan kesulitan. Akhir-akhir ini, perbedaan-perbedaan tersebut menggelitik saya. Saya tertarik untuk mengulik, lalu membandingkannya. Dan, berdasarkan kesimpulan saya, ternyata Ibu punya sederet kemudahan yang tidak saya miliki. Sederet kemudahan yang mungkin menurut ibu biasa saja, tapi menurut saya itu suatu kemewahan. Oke, langsung saja saya jabarkan. Ibu saya beruntung dalam hal: Tidak Pernah Merasa Salah Jurusan Ibu saya mengenyam pendidikan di SPG (Sekolah Pendidikan Guru). Alasannya, bukan karena sudah punya passion ingin jadi gur
Read more »