Alibi

Pada postingan blog kali ini, aku mau bernostalgia dengan tingkah laku ajaibku di masa kuliah.

Dulu, aku adalah seorang mahasiswa yang amat penakut dan pemalu. Aku akan merasa takut dan malu untuk hal-hal yang sebenarnya sepele. Misalnya, saat ditunjuk oleh dosen untuk menjawab pertanyaan.  

Di antara sekian banyak dosen, pasti ada dong yang hobi nunjuk mahasiswa. Tujuan si dosen itu macam-macam, tapi intinya cuma satu, yaitu ingin ngetes. Mulai dari ngetes seberapa mendalam pemahaman yang dimiliki mahasiswa, hingga ngetes seberapa kuat mental yang dimiliki mahasiswa.

Nah, sebagai seorang mahasiswa penakut dan pemalu garis keras, tentu saja, dosen yang suka nunjuk mahasiswa bukanlah dosen favoritku. Aku lebih suka dosen yang jarang nunjuk mahasiswa. Semakin jarang seorang dosen nunjuk mahasiswa, maka semakin sukalah aku kepada dosen tersebut.

Sayangnya, di setiap semester, pasti ada dosen yang suka nunjuk mahasiswa.

Ada beberapa style dosen dalam menunjuk mahasiswa, yaitu:

Style pertama, adalah dosen yang suka nunjuk mahasiswanya secara urut. Misalnya, urut nomor presensi. Mahasiswa yang ditunjuk pertama kali adalah mahasiswa yang berada di nomor urut satu. Biasanya, ini adalah mahasiswa yang nama depannya diawali huruf A. Untungnya, nama depanku diawali huruf S. Jadi, nomor urut presensiku berada di bagian agak akhir.

Selain urutan nomor presensi, ada juga dosen yang menunjuk mahasiswanya berdasarkan urutan tempat duduk. Mahasiswa yang ditunjuk pertama kali biasanya mahasiswa yang duduk di bangku paling depan bagian pojok. Setelah itu, mengular ke samping, lalu ke belakang.

Style kedua, adalah dosen yang suka nunjuk mahasiswanya secara acak. Hal ini murni didasarkan pada keinginan si dosen pada saat itu. Misal, dosen melihat nama-nama mahasiswa di daftar presensi. Lalu, dosen menunjuk mahasiswa yang namanya paling panjang di daftar presensi, sampai-sampai harus ditulis dengan huruf berukuran kecil dan berdesak-desakan. Atau, dosen menunjuk mahasiswa yang namanya paling singkat di daftar presensi. Pokoknya, gak ada polanya. Semua berdasarkan mood dosen.

Selain acak berdasarkan panjang pendeknya nama, kadang dosen juga nunjuk mahasiswa secara acak berdasarkan asal daerah si mahasiswa. Biasanya ini berhubungan dengan materi yang sedang dibahas. Misal, dosen sedang membahas perihal kawasan pariwisata di Jogja. Tiba-tiba, dosen bertanya, “Di sini ada yang asalnya dari Jogja? Coba, yang asalnya dari Jogja, angkat tangan.”

Sebenarnya, mahasiswa yang berasal Jogja ada tiga orang, tapi yang mau ngaku cuma satu orang, sisanya lebih memilih diam. Nah, mahasiswa yang mau ngaku itu, kemudian diberi pertanyaan yang benar-benar random seputar Jogja. Dan, si mahasiswa harus bisa menunjukkan kredibilitasnya sebagai warga Jogja.

Style ketiga, adalah dosen yang suka nunjuk mahasiswanya secara selang-seling. Misal, mahasiswa pertama yang ditunjuk untuk menjawab suatu pertanyaan adalah mahasiswa laki-laki. Lalu, si dosen ingin variasi, maka, setelah itu, ditunjuklah mahasiswa berjenis kelamin perempuan. Begitu seterusnya.

Style keempat, adalah dosen yang suka nunjuk mahasiswanya menggunakan teka-teki. Hal ini sepertinya sengaja dilakukan dosen untuk membuat semua mahasiswa deg-degan. Misalnya seperti ini, “Sekarang tanggal empat belas, ya? Oke, empat belas dikali dua dibagi tujuh ditambah lima dikurangi tiga. Hasilnya adalah enam. Siapa di sini yang nomor urut presensi enam? Silakan maju, lalu kerjakan soal di papan tulis.”

***

Karena aku takut kalau sampai ditunjuk dosen, selama kuliah dulu, aku sering melakukan alibi agar tidak ditunjuk, yaitu:

Alibi pertama, aku datang lebih awal ke kelas, supaya bisa memilih tempat duduk yang aman dari penunjukan. Tempat duduk aman versiku adalah tempat duduk di bagian tengah, tidak terlalu depan, tidak terlalu belakang, dan tidak terlalu pojok.

Alibi kedua, aku menghindari hal-hal yang dibenci dosen. Misal, ada dosen yang benci dengan mahasiswa yang mainan hape, maka aku tidak mainan hape. Atau, ada dosen yang benci dengan mahasiswa yang ngantuk, maka aku berusaha agar terlihat gak ngantuk, walaupun sebenarnya aku lagi ngantuk.

Alibi ketiga, aku menghindari kontak mata dengan dosen. Jika secara gak sengaja, aku bertatapan dengan dosen yang sedang mengajar di depan kelas, maka aku cepat-cepat mengalihkan pandangan. Atau, aku cepat-cepat menunduk, lalu pura-pura mencatat.

***

Tapi, walaupun aku melancarkan berbagai alibi, pasti dalam satu semester, aku pernah kena tunjuk juga. Minimal satu kali.

Benar kata pepatah. Sepandai-pandainya tupai meloncat, pasti akan terjatuh juga. Sepandai-pandainya mahasiswa melakukan alibi, pasti akan kena tunjuk juga.

Kalau dipikir-pikir sekarang, kok kurang kerjaan banget ya aku dulu, menghindari ditunjuk dosen sampai segitunya. Padahal, kalau pun ditunjuk, ya gak apa-apa. Kalau dikasih pertanyaan, ya tinggal dijawab saja.    

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Susah Konsentrasi Selama Pandemi

Gak Mau Makan Mie Selain Indomie

Ibu Saya adalah Orang yang Beruntung dalam Hal…