Curhatan Seorang Pengangguran

Disclaimer: Tulisan ini membawa energi negatif. 

Mei 2020 adalah bulan di mana aku wisuda. But, sampai saat ini, yang kalau dihitung-hitung sudah 19 bulan, aku masih menganggur. 

Sudah sekian banyak lamaran pekerjaan yang aku sebar, baik itu di bidang yang sesuai jurusanku atau pun tidak, sejauh ini, semua berujung pada satu kata: Penolakan.

Aku pun merutuki diriku sendiri. 

Kenapa teman-temanku bisa dengan begitu mudahnya mendapat pekerjaan, sedangkan aku, belum ada satu pun yang nyantol. 

Sebegitu gobloknya kah aku? 

Aku merasa menjadi manusia yang hina. 

Aku merasa masih jalan di tempat, di saat beberapa temanku sudah melesat jauh ke depan. 

Aku merasa, saat ini kondisiku bagaikan remah-remah emping yang mulai melempem di dalam kaleng biskuit Monde.

Kadang, aku berusaha menghibur diri sendiri, dengan mengatakan, "Yang sabar aja dulu..." 

Tapi, bagian dari diriku yang lain mengatakan, "Sampai kapan?"

Aku sudah pernah ikut sesi mentoring psikologi. Di situ, di hadapan mentor profesional, aku menceritakan kecemasanku. 

Aku juga beberapa kali berbincang-bincang dengan ibu dan kakakku perihal kegalauanku. 

But, mereka semua hanya bisa bilang, "Sabar. Yang penting kamu terus berusaha dan berdo'a." 

Yap, pada akhirnya, tidak ada orang lain yang bisa menyelesaikan permasalahanku. Orang lain hanya bisa sedikit menenangkan. Setelah mereka menenangkanku, aku kembali harus bergelut dengan masalahku lagi. 

Di masa-masa awal lulus kuliah, aku benar-benar amat pemilih dalam melamar pekerjaan. Aku hanya melamar pada pekerjaan yang sesuai dengan jurusanku.

Seiring berjalannya waktu, aku pun bodo amat, gak pilih-pilih lagi. Aku sebar lamaran di banyak tempat, entah itu sesuai dengan jurusan kuliahku atau gak, aku gak peduli lagi. 

Aku juga sudah merombak CV-ku berkali-kali berdasarkan arahan dari para HRD perusahaan yang sering membuat video di youtube. Bahkan, aku pernah membeli e-book tutorial membuat CV yang baik menurut HRD. 

Saking putus asanya, aku pun mulai bertanya pada orang yang aku kenal, yang sudah bekerja, mengenai apakah di tempat kerja mereka ada lowongan pekerjaan. Ceritanya, aku berusaha cari "orang dalam", ehem, tapi jawaban yang aku dapat adalah: Belum ada lowongan. 

Entahlah. Aku pernah membaca tulisan seorang HRD di Quora, dia bilang bahwa semenjak awal pandemi hingga saat ini, adalah masa-masa sulit. 

Fresh graduate kalah dengan yang sudah berpengalaman. Yang sudah berpengalaman pun (tapi umurnya tua) kalah dengan yang muda. 

Begitulah. 

Perusahaan cenderung enggan merekrut fresh graduate, mereka lebih memilih yang sudah punya pengalaman kerja setidaknya 3 tahun. Di sisi lain, perusahaan juga banyak mem-PHK karyawan yang usianya sudah di atas 40 tahun. 

Semuanya sama-sama sulit. Perusahaan  sulit. Karyawan sulit. Pencari kerja juga sulit.

Aku benar-benar bingung, apa lagi yang harus aku lakukan.

Inilah saatnya aku harus mempraktekkan sikap "sabar" yang sering dibahas di pelajaran PPKN jaman SD dulu. 

Oh ternyata, mempraktekkan "sabar", jauh  lebih sulit dari sekedar mengatakannya.

Komentar

  1. Semangat Kak. Waduhh aku juga bari lulus :) takut menghadapi real life

    BalasHapus
  2. Semangat kak Sekar, kita hidup bukan untuk saling mendahului. Semoga cepat dapat pekerjaan, doaku bersamamu, Aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah iya juga, timeline setiap orang beda2, makasih mas syachan :)

      Hapus
  3. Kalo disini sebenarnya mencari kerja agak sedikit gampang apalagi bagi fresh graduate, tapi asalkan mau keluar uang.πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

    BalasHapus
  4. Terus gimana sekarang mbak Sekar, apakah sudah dapat pekerjaan.πŸ˜ƒ

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Susah Konsentrasi Selama Pandemi

Gak Mau Makan Mie Selain Indomie

Ibu Saya adalah Orang yang Beruntung dalam Hal…