Perlu Perjuangan untuk Bisa Menghabiskan Skincare Hingga Tetes Terakhir

Oke, di postingan sebelumnya aku bersambat-sambat ria mengenai gak enaknya jadi pengangguran selama 1,5 tahun, kali ini aku mau sambat lagi. Sambat tentang apa, tuh? Sambat tentang sulitnya menghabiskan skincare hingga tetes terakhir.

Seperti perempuan pada umumnya, aku juga punya skincare. But, aku tidak termasuk skincare addict. Aku punya skincare ya sekedar punya aja. Aku gak terlalu rajin dalam memakai skincare. Cenderung malas-malasan, malah. 

Aku sudah khatam dengan semua teori per-skincare-an. Aku tau apa itu double cleansing, chemical toner, hydrating toner, moisturizer, sunscreen, dan sebagainya. 

Aku juga tau bahwa di dunia ini ada yang namanya "7 Step Skincare Routine", "10 Step Skincare Routine", dan seterusnya. Udah hafal di luar kepala.

Tapi, aku cuma ngerti teorinya. Prakteknya? Zonk.

Aku pernah ada di masa, antusias banget ketika nonton video tutorial skincare di channel youtube Female Daily. Aku terkagum-kagum dengan kulit kinclongnya Mbak Affi Assegaf. Mbak Affi bilang, bahwa kita harus selalu rajin pakai skincare, gak boleh bolong-bolong, walaupun kita lagi lelah, letih, dan lesu sekalipun. 

Aku camkan baik-baik pesan tersebut, dengan harapan, kulitku bisa sekinclong kulitnya Mbak Affi. Iya sih, aku jadi rajin pakai skincare, tapi cuma bertahan selama 1 bulanan. Setelah itu, aku males lagi. Aku pakai skincare hanya saat aku lagi ingat dan atau mood-ku lagi bagus. Tapi ternyata, yang lebih sering terjadi adalah aku lupa dan mood-ku jelek. 

Akibatnya, skincare yang aku beli 2 tahun lalu masih banyak sampai sekarang, padahal sebentar lagi kadaluarsa.

Nah lho. Di satu sisi, aku merasa sayang, udah beli skincare mahal-mahal kok gak dihabiskan. Di sisi lain, aku terlalu malas untuk memakai skincare-skincare itu.

Lha, gimana skincare-nya mau habis kalau jarang aku pakai? Dasar aku.

Jadi begitulah. Saat berbelanja skincare, aku antusias banget. Tapi saat skincare tersebut sudah ada di tanganku, rasa antusiasku menghilang, digantikan rasa malas.

Kesimpulannya, aku lebih suka melihat skincare, dibanding menggunakannya.

Komentar

  1. Berarti ini problemnya sama kayak saya mba Sekar, lebih suka part belanjanya alias hunting, lihat-lihat, baca-baca reviews, this and that. Tapi giliran barang sudah di tangan, langsung hilang rasa euforia yang saya punya sebelumnya πŸ˜‚ Wk. Cara saya menghadapi hobi tersebut adalah masukkan ke wish list atau keranjang tapi nggak dibayar hahahahahaha.

    Pokoknya hunting, baca, suka, masuk keranjang, begitu terus, sampai keranjang penuh, tapi nggak usah dibayar. Tunggu sampai seminggu or dua minggu, kalau rasa sukanya hilang, langsung hapus dari keranjang deh, terus repeat kegiatan dari awal --- hunting, baca, suka masuk keranjang (again nggak usah dibayar) 🀣 Ini cukup membantu saya untuk nggak buang uang, tapi feeling happy karena tetap bisa merasa seperti sedang belanja πŸ™ˆ

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bwahaha, itu bisa jadi trik jitu supaya kita gak impulsive belanja.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Susah Konsentrasi Selama Pandemi

Gak Mau Makan Mie Selain Indomie

Ibu Saya adalah Orang yang Beruntung dalam Hal…