Ingin Tips Mudah Menurunkan Berat Badan? Saya Malah Sebaliknya

Kalau sebagian besar orang mencari Tips Menurunkan Berat Badan dengan Instan, saya malah ingin menambah berat badan. 

Kenapa? 

Karena badan saya kurus kering. Bagi orang lain, tubuh kurus itu lebih bagus. Nyatanya, terlalu kurus juga tidak bagus. Saya sering risih ketika bercermin. Tubuh terlalu kurus tampak tidak proporsional dengan baju model apa pun dan ukuran seberapa pun.

Tidak hanya masalah berat badan, tapi juga tinggi badan. Tinggi badan saya yang tergolong minimalis ini juga sempat membuat saya minder. 

Waktu masih sekolah, saya pernah membeli susu yang katanya bisa meninggikan badan dalam waktu singkat. Tapi, setelah susu itu habis tinggi badan saya tidak bertambah secara signifikan.

***

Berikut keresahan-keresahan yang berkaitan dengan keminimalisan tubuh saya.

Menjabat sebagai si Mungil

Tubuh mungil saya sepaket dengan profil wajah yang tampak bocah banget. Bibir kelewat tipis, alis pendek, dan hidung pesek adalah perpaduan sempurna yang menambah kesan kecil. 

Waktu kelas 4 SD, saya pernah dikira masih kelas 1 SD oleh salah seorang teller bank. 

Waktu SMP, saya selalu berdiri di barisan paling depan saat upacara bendera karena termasuk yang termungil di kelas. 

Waktu SMA, sebutan “mungil” masih melekat pada diri saya. 

Sekarang, orang yang baru bertemu mungkin akan kaget kalau tahu saya sudah sarjana. Selama ini, belum pernah satu kali pun orang mengatakan saya “besar”.

Selalu dibilang, “Kok kamu kurus banget? Pernah makan gak, sih?”

Begini saudara-saudara sekalian. 

Bagaimana caranya saya bisa hidup sampai hari ini kalau gak pernah makan? 

Saya paham sih, orang-orang sebenarnya bukan ingin membuat pertanyaan, melainkan pernyataan bahwa saya pasti makan sangat sedikit. Tapi, mengasumsikan saya gak pernah makan itu hiperbolis banget.

Ukuran Tangan Sering Jadi Bahan Tontonan

Waktu SMP, ada seorang teman yang ingin mengetes seberapa ukuran jari kelingking saya. Dia menyuruh saya memasukkan ujung jari kelingking ke tutup pulpen. Dan, ternyata ujung jari kelingking saya bisa muat masuk ke dalamnya.

Di bangku kuliah, teman-teman sering heran melihat tangan saya. Tangan saya dipelototin, lalu diukur seberapa lingkar pergelangannya. 

Ternyata, jika di pergelangan tangan saya, ujung ibu jari dipertemukan dengan ujung jari telunjuk, masih tersisa banyak ruang. Mereka terheran-heran, “Tanganmu kecil banget, kayak kayu.”

Susah Cari Cincin, Gelang, Jam Tangan, dan Sepatu yang Pas

Ibu saya sebenarnya senang sekali membelikan perhiasan cincin dan gelang perak. Tapi, kesenangan itu pupus ketika tiba di toko, nyaris semua cincin dan gelang kebesaran. 

Saya pernah berinisiatif mencoba ukuran anak-anak. Iya, ukurannya pas, tapi modelnya itu lho, terlalu ceria. Masak saya disuruh pakai cincin yang ada hiasan Mickey Mouse-nya?

Saya sebenarnya juga ingin pakai jam tangan. Biar keren kayak orang-orang seumuran saya. Tapi, saya gak pernah nyaman pakai jam tangan. 

Bagi orang yang bertangan kecil pasti gak asing dengan membuat lubang baru di jam tangan. Saya juga pernah melakukannya. Tapi, entah mengapa, masih juga belum fit di tangan saya. Bagian penunjuk waktu yang seharusnya ada di dekat punggung tangan, malah muter, berubah posisi jadi di dekat telapak tangan.

Urusan sepatu juga sukses membuat saya pusing. 

Saya ingin pakai flat shoes biar kelihatan perempuan banget. Tapi, milih flat shoes gak boleh sembarangan. Kebesaran setengah senti saja berakibat tidak bisa menempel di kaki dengan manis. Akibatnya berbunyi ceplok-ceplok ketika dipakai berjalan. Kaki saya yang pendek, sempit, dan tipis ini cukup menyulitkan. 

Saya perlu keliling seharian di beberapa toko sepatu. Kalau sedang beruntung, saya bisa mendapatkan 1 flat shoes yang pas. Itu pun biasanya stock lama yang sudah menjelang rusak. Kalau lagi apes, ya semua flat shoes ukuran 36 bahkan masih kebesaran di kaki saya. Jadi, saya pulang dengan tangan hampa.

Overthinking Ketika Harus Memboncengkan Orang

Walau pun sudah bertahun-tahun bisa naik motor, tapi saya merasa masih belum lincah dan belum expert

Saya sering berpikir yang tidak-tidak ketika harus memboncengkan orang. 

Bukannya apa-apa, saya cuma takut kalau sampai jatuh. 

Tubuh saya yang kurus ini masih tidak bermasalah kalau naik motor sendiri. Tapi, begitu ada orang membonceng di belakang saya, apa lagi yang badannya lebih besar dari saya, rasanya berat. Tubuh kurus saya ini sulit menjaga keseimbangan agar motor tetap tegak.

Entah mengapa, ketika memboncengkan orang, saya merasa tidak nyaman saat berbelok. Ketakutan saya meningkat saat saya harus melewati jalan yang tidak mulus. 

Pernah, saat KKN, saya terjatuh ketika memboncengkan salah seorang teman sekelompok saya di halaman rumah pak dukuh yang rungkut sekali. Halaman rumah itu tidak disemen, tidak diaspal, apalagi diberi paving block. Batu-batu dan kerikil-kerikil dibiarkan mengganjal begitu saja. 

Saya, yang sedang darah rendah, tiba-tiba kehilangan keseimbangan dan ambruk seketika. Saya meringis kesakitan karena tubuh saya tertindih motor.

***

Semua keresahan itu masih ada sampai sekarang. 

Sebenarnya, berat badan saya pernah meningkat. Itu terjadi ketika kakak saya menikah. Saat itu, di rumah ada banyak sekali makanan. Saya bisa makan soto sepuasnya tanpa dimarahi orang tua. 

Pun, setelah itu saya juga berupaya keras menambah berat badan. Makan teratur 3 kali sehari, minum susu minimal 2 kali sehari, dan ngemil apa pun yang tersedia. Dan, dalam waktu singkat berat badan saya naik 9 kilo.

Tapi, saat pengerjaan skripsi, saya kembali makan tidak teratur. Akibatnya, berat badan saya turun drastis. Kembali ke berat badan awal. Sampai sekarang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Susah Konsentrasi Selama Pandemi

Ibu Saya adalah Orang yang Beruntung dalam Hal…

Gak Mau Makan Mie Selain Indomie