Postingan

QLC

Quarter Life Crisis (QLC) adalah sebuah keadaan sulit yang biasanya menimpa anak muda usia 20-an. Anak muda yang sedang mengalami QLC merasa galau akan kehidupannya. Mereka seperti kehilangan arah. Bingung harus melakukan apa. Bimbang harus melangkah ke mana. Dan takut kalau harus menghadapi kegagalan. Memangnya galau, bingung, bimbang, dan takut dalam hal apa? Dalam menatap masa depan. Dan aku—bisa dibilang—adalah salah satunya. Ya, sudah setahunan ini, aku merasakan QLC. Setahun lalu, saat baru awal-awal mengalami QLC, aku benar-benar galau, bingung, bimbang, dan takut dalam menatap masa depan. Sekarang sudah mendingan. Sudah agak adem. Sudah tidak se-galau, se-bingung, se-bimbang, dan se-takut itu lagi. QLC juga telah mengubah pandanganku akan suatu hal. Dulu, sebelum dihantam QLC, aku kira hidup ini gampang. Semenjak mengalami QLC, aku baru sadar, bahwa hidup ini keras. Dulu , kalau melihat kehidupan artis, influencer , dan penyanyi, aku mengatakan, “Enak ya jadi m

Problematika Sampah Plastik

Yang akan aku tulis di postingan blog kali ini adalah perihal plastik, lebih tepatnya plastik sekali pakai. Ketika membeli soto di warung makan, dan kita ingin memakannya di rumah saja, benda apakah yang dibutuhkan?  Tentu plastik . Gak cuma satu, tapi dua plastik. Pertama, plastik bening---di bagian dalam---untuk membungkus soto. Kedua, plastik kresek---di bagian luar---untuk memudahkan kita membawanya. Ketika di tengah perjalanan, udara panas, dan rasa haus melanda, refleks kita ingin mampir sejenak di Alfamart. Kita pun mencari air mineral dingin. Benda apakah yang membungkus air mineral itu---sehingga dapat dengan mudah kita bawa, lalu kita minum?  Betul. Botol plastik .  Sebegitu besar manfaat plastik, sehingga dari waktu ke waktu plastik terus diproduksi.  Bahkan, mungkin, semakin ke sini, jumlah produksi plastik semakin meningkat.  Tapi nih ya, untuk plastik sekali pakai kan cuma dipakai satu kali, habis itu dibuang *ya iyalah, anak TK juga tau 😂  Nah, kemudian jadi apa?  Yak b

Setahun Ngeblog

Halo semua. Apa kabar? Tumben ya, opening -ku nanyain kabar segala. Gak seperti biasanya yang langsung jebret jebret jebret. Anyway , akhirnya, laptopku udah bener. Lha, emang kemarin-kemarin kenapa? Jadi, kemarin-kemarin, keyboard laptopku sempat error. Gak sinkron antara yang dipencet dan yang muncul di layar. Mencet huruf A, eh yang muncul di layar malah huruf R. Niat hati ingin nge- delete , eh yang bekerja malah tombol enter . Kan kacau. Udah cari di blog-blog tutorial, bahkan cari video di Youtube gimana cara mengatasinya, gak ada yang ngefek. Setelah itu, laptopku aku diamkan selama beberapa hari. Siapa tau, setelah didiamkan beberapa hari, error -nya bisa ilang sendiri. Berharap ada keajaiban, ceritanya. Eh, ternyata enggak. Teteup ngaco. Aku nyerah. Akhirnya, dibawalah ke kang servis. Hanya dalam waktu beberapa jam, udah beres.  Alhamdulilah, sekarang si keyboard laptop udah normal seperti sedia kala. *** Ok, mari kita lupakan perihal laptop. Sekarang, kemba

Sepeda yang Tertukar

Berhubung dulu ada sinetron yang berjudul "Putri yang Ditukar", maka postingan blog kali ini aku beri judul "Sepeda yang Tertukar".  Tujuannya apa?  Biar mirip aja :P  Aku menjadi pengendara sepeda garis keras dalam jangka waktu cukup lama. Dari kelas 3 SD hingga 3 SMP. Hitung sendiri tuh berapa tahun.  Sebab-musabab aku pakai sepeda adalah karena jarak dari rumah ke sekolah tidak dekat-dekat amat sekaligus tidak jauh-jauh amat. Walaupun ketika SD jarak rumahku ke sekolah hanya berkisar 2-3 km---sebenarnya gak jauh-jauh amat lah, ya---tapi, dibandingkan teman-temanku, rumahku paling jauh.  Sehingga, mau tidak mau, aku harus berangkat dan pulang sekolah sendiri. Gara-gara sendiri inilah, aku sempat menjadi korban pemalakan 🤣  Berbeda dengan jaman SD.  Jaman SMP, aku punya teman seperjalanan. Namanya Nurul.  Dia seangkatan denganku, tapi berbeda kelas. Dia kelas C. Aku kelas E.  Setiap pagi, aku menuju ke rumahnya dengan menaiki sepeda. Dari rumahnya, kami boncengan

Tentang Lahan

Melihat banyaknya lahan kebon, hutan, dan sawah yang sudah berganti menjadi bangunan.  Ada pertanyaan yang terlintas di benakku.  Kalau lama kelamaan, lahan-lahan tersebut habis gimana? Masihkah dunia baik-baik saja? Well , itu adalah pertanyaan sulit.  Gak tahu harus dijawab bagaimana.  Sebetulnya, hal ini kan sudah terjadi. Terutama di kota besar.  Dan, sebetulnya juga sudah ada solusi atas permasalahan tersebut. Yaitu, dengan adanya rumah susun, apartemen, dan kos-kosan, itu kan dalam rangka mengatasi keterbatasan lahan.  Tapi, sekarang hal ini sudah semakin merembet ke desa-desa.  Di desaku aja deh, kebon dan sawah semakin berkurang. Berganti menjadi bangunan.  Sebetulnya, again , pemerintah juga sudah berupaya mencegah supaya alih fungsi lahan ini tidak kebablasan. Yaitu, dengan cara menetapkan, mana yang menjadi kawasan lindung, dan mana yang menjadi kawasan budidaya. Intinya, kawasan lindung itu adalah kawasan yang keberadaannya dilindungi. Sebisa mungkin dibiarkan alami saja. T

Lenggar

Waktu kelas 4 SD, aku adalah seorang manusia yang tidak berdaya.  Begini kisahku.  Aku memakai sepeda Phoenix biru sebagai alat transportasi untuk berangkat dan pulang sekolah. Ada 2 jalan yang bisa aku pilih untuk berangkat dan pulang sekolah, kita sebut saja jalan pertama dan jalan kedua. Jalan pertama adalah jalan yang lebih dekat. Sementara jalan kedua lebih jauh. Jika aku memilih lewat jalan pertama, jarak tempuhnya 2 km. Tapi jika aku memilih lewat jalan kedua, jarak tempuhnya 3 km. Well , bagi orang dewasa, tentu selisih 1 km tidaklah berarti. Tapi bagi seorang anak kelas 4 SD yang mengendarai sepeda, selisih 1 km itu lumayan. Setidaknya, dengan memilih lewat jalan pertama yang lebih dekat itu, aku menghemat tenaga. Semula tidak ada masalah di jalan pertama. Aku melewati jalan itu setiap hari.  Lama-lama, masalah mulai timbul.  Suatu hari, ketika pulang sekolah, aku dicegat oleh seorang anak kecil laki-laki. Perkiraanku, dia lebih muda beberapa tahun di bawahku. Terlihat dari uk

Lagu Kebangsaan KKN

Masih dalam rangka nostalgia masa KKN.  Aku mengikuti kegiatan KKN pada tahun 2019 lalu, di sebuah kabupaten yang berjarak kurang lebih 20 km dari kampus. Tempat ini...dibilang kota ya gak kota-kota amat, dibilang pelosok ya gak juga.  Selama KKN 50 hari, aku dan teman sekelompok nginep di rumah Kepala Dukuh. FYI , satu dukuh terdiri dari beberapa RW. Sementara itu, satu desa terdiri dari beberapa dukuh.  Di tempat aku KKN, kepala dukuhnya dijabat oleh perempuan. Orang-orang memanggilnya "Bu Dukuh". Ada satu kejadian yang masih aku ingat sampai sekarang. Yakni, ketika aku dan teman-teman pertama kali menginjakkan kaki di rumah Bu Dukuh, aku mendengar ada suara orang lagi nyanyi-nyanyi.  Aku kira, itu pengamen.  Aku pun berencana mengambil uang di dompet untuk aku kasih ke pengamen. Tapi, aku males. Mager (malas gerak) aja gitu rasanya.  Soalnya, dompetku ada di tas ransel. Di dalam tas ransel itu ada sekian banyak barang. Dan sudah pasti, dompetku tertimbun oleh barang-barang