Tentang Lahan

Melihat banyaknya lahan kebon, hutan, dan sawah yang sudah berganti menjadi bangunan. 

Ada pertanyaan yang terlintas di benakku. 

Kalau lama kelamaan, lahan-lahan tersebut habis gimana? Masihkah dunia baik-baik saja?

Well, itu adalah pertanyaan sulit. 

Gak tahu harus dijawab bagaimana. 

Sebetulnya, hal ini kan sudah terjadi. Terutama di kota besar. 

Dan, sebetulnya juga sudah ada solusi atas permasalahan tersebut. Yaitu, dengan adanya rumah susun, apartemen, dan kos-kosan, itu kan dalam rangka mengatasi keterbatasan lahan. 

Tapi, sekarang hal ini sudah semakin merembet ke desa-desa. 

Di desaku aja deh, kebon dan sawah semakin berkurang. Berganti menjadi bangunan. 

Sebetulnya, again, pemerintah juga sudah berupaya mencegah supaya alih fungsi lahan ini tidak kebablasan. Yaitu, dengan cara menetapkan, mana yang menjadi kawasan lindung, dan mana yang menjadi kawasan budidaya.

Intinya, kawasan lindung itu adalah kawasan yang keberadaannya dilindungi. Sebisa mungkin dibiarkan alami saja. Tidak dialihfungsikan.

Sementara, kawasan budidaya itu adalah kawasan yang didorong pembangunannya. 

Tapi, gimana kalau suatu saat, kawasan lindung pun semakin berkurang, dan akhirnya habis juga?

Ya gimana lagi. 

Jumlah penduduk terus bertambah. Sedangkan luas tanah tidak bertambah. 

Ini adalah fakta yang tidak terelakkan.

Kita juga gak bisa menuding-nuding orang-orang yang membangun rumah---di tanah yang sebelumnya merupakan kebon (atau bahkan sawah)---sebagai tokoh antagonis, karena yaaa namanya manusia kan butuh tempat tinggal. 

Papan, itu adalah salah satu kebutuhan primer manusia. 

Ya elah, gak usah jauh-jauh.

Rumah yang kita tempati sekarang pun pasti dulunya juga merupakan kebon atau hutan gitu kan. Gak mungkin ujug-ujug atau tiba-tiba sim salabim jadi rumah.

Iya tapi kan, tapi kan... 

Kalau suatu saat, lahan kosong, kebon, sawah, hutan, dan kawan-kawan itu habis gimana? 

Aaaak entahlah... 

Di desaku misalnya. Itu ada banyak sawah. Tapi, sudah mulai ada tuh yang di bagian pinggirnya mulai dibangun rumah.

Dan, baru-baru ini. Di salah satu sawah, aku lihat, pemerintah mulai memasang tulisan peringatan, "Dilarang melakukan alih fungsi lahan. Sawah ini adalah Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan." 

So, pemerintah mulai mengencangkan peraturan.

Tapi, haduh, lagi-lagi, lha kalau suatu saat, karena pemiliknya butuh, terus tetap mendirikan bangunan di sawah tersebut gimana?

Entah. 

Kalau pikiran-pikiranku itu udah muncul. Aku pusing sendiri jadinya.

Ya udah. Biar gak pusing, gak usah mikir kayak gitu lagi. Hadapi aja apa yang ada di depan mata. Gak usah terlalu mikir jauh ke depan.

Lagi pula, umurku sebagai manusia itu kan singkat. 

Dan, kalau pun apa yang aku khawatirkan itu betul-betul terjadi di masa depan. Ya sudah. Itu di luar kendaliku. 

Apa lagi kalau misalnya ketika hal itu terjadi, aku udah meninggal. Kan, aku udah gak berkuasa melakukan apa-apa. 

Gitu aja dah mikirnya. Biar enteng.

***

Oh iya, hampir ada yang kelupaan. 

Beberapa bulan belakangan, aku suka lihat vlog orang Indonesia yang tinggal di Amerika Serikat (AS).

Ada beberapa hal yang aku kagumi dari AS. 

Jalannya lebar-lebar. Selain itu, parkiran kendaraan di tempat umumnya juga luas-luas. Plus, halaman rumah-rumahnya luas banget. Jadi, tiap rumah kayak punya lapangan upacara sendiri-sendiri. 

(Kecuali di kota-kota besar seperti New York, ya. Kalau yang aku lihat di vlog, di kota-kota besar di AS juga sama kok seperti di kota besar di Indonesia. Lahan sempit. Mau parkir harus berebut. Dan, dibuatlah gedung-gedung pencakar langit).

Oke, mari kita bandingkan AS dengan Indonesia dari data.

Kalau kita lihat data, kita akan bisa mengatakan, ya iyalah AS begitu---selain karena memang negara maju---AS itu, daratannya luas banget. 

Kalau Indonesia kan negara kepulauan, ya. Indonesia lebih luas lautnya daripada daratannya.

Jumlah penduduk AS pada tahun 2020 adalah 329 juta jiwa. Luas daratannya 9,8 juta kilometer persegi. Dari sini kita bisa hitung kepadatan penduduknya. Kalau kita hitung, kepadatan penduduknya adalah 34 jiwa per kilometer persegi. Artinya, di AS, dalam luas 1 kilometer persegi, itu ditempati 34 orang.

Sementara di Indonesia bagaimana? Jumlah penduduk indonesia pada tahun 2020 adalah 273 juta jiwa. Luas daratannya 1,9 juta kilometer persegi. Kalau kita hitung, kepadatan penduduk Indonesia adalah 144 jiwa per kilometer persegi. Artinya, di Indonesia, dalam 1 kilometer persegi, itu dihuni oleh 144 penduduk.

Tuh, kan. 
Luas daratan AS hampir 9 kali lipat dari luas daratan Indonesia.


AS kepadatan penduduknya 34 jiwa per kilometer persegi. Indonesia 144 jiwa per kilometer persegi.

Berarti, Indonesia itu memang lebih padat dari AS. Indonesia 4 kali lipat lebih padat dari AS.

AS bisa punya jalan yang lebar-lebar, trotoar yang lebar, halaman rumah yang luas, dan parkiran umum yang luas, karena memang lahannya ada.

Indonesia, khususnya pulau Jawa, bukannya gak mau bikin jalan lebar. Bukannya gak mau bikin trotoar lebar. Bukannya gak mau bikin parkiran umum yang lebar. Bukannya gak mau bikin halaman rumah yang luas. 

Lhaaa begimane lagi. Lahannya atau daratannya memang sempit, kok.

So, ya begitulah. 

Ya udahlah ya. 

Yang kita lihat, Indonesia seperti itu. AS seperti itu. 

Tapi, pada dasarnya, setiap negara pasti punya kesulitannya masing-masing. Hanya jenis kesulitannya saja yang berbeda 😊

Komentar

  1. Memang sekarang banyak sawah maupun kebun yang beralih fungsi menjadi rumah, di desaku juga begitu. Sawah bagian pinggir sudah mulai ada yang ngurug tanah, mungkin buat rumah nantinya.

    Cuma bedanya kalo di desaku agak lama bikin rumah di bekas sawah, harus menunggu sekitar 5 tahun karena sawah itu masuk lahan hijau.

    Tapi sebenarnya tidak enak juga punya rumah dekat sawah apalagi kalo cuma sendirian, soalnya di desaku ada yang kemalingan lho, motornya hilang dibawa garong.😱

    BalasHapus
    Balasan
    1. Serem amat mas agus 😱
      Iya juga ya, gak enak kalo rumahnya nyempil di pinggir sawah sendiri. Jauh dari tetangga. Mau teriak minta tolong kalo ada maling gak ada yg dengar.

      Hapus
    2. Nah memang itu salah satu kekurangannya, masih untung garong nya cuma bawa motor, orangnya tidak dibacok soalnya katanya pasrah, garongnya bawa clurit dan tiga orang.

      Hapus
  2. Mungkin itulah sebabnya orang-orang barat sudah menikirkan bagaimana caranya hidup di mars heheh.

    Salam kenal kak.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Susah Konsentrasi Selama Pandemi

Diam itu (Belum Tentu) Emas?

Semua Foto Akan Terlihat Jadul pada Waktunya