Sepeda yang Tertukar

Berhubung dulu ada sinetron yang berjudul "Putri yang Ditukar", maka postingan blog kali ini aku beri judul "Sepeda yang Tertukar". 

Tujuannya apa? 

Biar mirip aja :P 

Aku menjadi pengendara sepeda garis keras dalam jangka waktu cukup lama. Dari kelas 3 SD hingga 3 SMP. Hitung sendiri tuh berapa tahun. 

Sebab-musabab aku pakai sepeda adalah karena jarak dari rumah ke sekolah tidak dekat-dekat amat sekaligus tidak jauh-jauh amat.

Walaupun ketika SD jarak rumahku ke sekolah hanya berkisar 2-3 km---sebenarnya gak jauh-jauh amat lah, ya---tapi, dibandingkan teman-temanku, rumahku paling jauh. 

Sehingga, mau tidak mau, aku harus berangkat dan pulang sekolah sendiri. Gara-gara sendiri inilah, aku sempat menjadi korban pemalakan 🤣 

Berbeda dengan jaman SD. 

Jaman SMP, aku punya teman seperjalanan.

Namanya Nurul. 

Dia seangkatan denganku, tapi berbeda kelas. Dia kelas C. Aku kelas E. 

Setiap pagi, aku menuju ke rumahnya dengan menaiki sepeda. Dari rumahnya, kami boncengan menggunakan sepedaku untuk menuju sekolah. Nurul di depan memboncengkanku. Dan aku duduk di belakang.

Ketika pulang sekolah, kami juga barengan. Saat bel pulang sekolah berbunyi, kami akan saling menunggu di parkiran sepeda. 

Ada perjanjian tidak tertulis di antara kami. Yakni, siapa yang lebih dulu sampai parkiran, dialah yang menunggu. Terkadang, aku yang lebih dulu sampai parkiran. Kadang juga sebaliknya. 

Hal ini---berangkat dan pulang sekolah bareng---kami lakukan setiap hari. Dan, Nurul-lah yang setiap hari memboncengkanku.

Kok Nurul mau, sih, memboncengkanku setiap hari, sementara aku tinggal enak-enak duduk di belakang 🤔? 

Entahlah. Aku juga heran 🤣🤣🤣 Nurul baik banget, ya 😂 

Sepeda yang aku gunakan ketika SMP masih sama dengan sepeda ketika SD. 

Apa lagi kalau bukan... 

Sepeda mini merk Phoenix warna biru. 
Jaman itu, sepeda ini hitz banget di kalangan anak-anak seumuranku. Bisa dibilang, ketika itu, 8 dari 10 anak perempuan pakai sepeda ini.

Karena saking banyaknya anak perempuan yang pakai sepeda ini, ketika SMP, sepedaku pernah tertukar dengan sepeda milik anak kelas lain.

Begini ceritanya. 

Waktu itu, aku kelas 7 atau kelas 1 SMP.

Aku adalah anak kelas 7E. Parkiran sepeda kelas 7E jadi satu dengan kelas 7F.

Suatu hari, waktu berangkat sekolah---bareng Nurul, tentunya---gak ada masalah.

Nah, waktu pulang sekolah---bareng Nurul juga---dan kami sudah keluar dari gerbang sekolah---aku merasa ada yang aneh.

What? Apanya yang aneh?

Sepeda yang kami naiki, terasa beda. Kami pun memutuskan untuk berhenti sejenak.

Setelah kami analisis *halah*, ternyata, yang kami naiki itu bukan sepedaku. 

Sepeda yang kami naiki itu, juga merk Phoenix warna biru, sih. Tapi, kok ada stikernya? Padahal di sepedaku gak ada stikernya.

Kami pun baru menyadari, bahwa tadi kami salah ambil.

Seingat kami, memang tadi di parkiran ada 2 sepeda Phoenix biru yang persis bersebelahan.

Woah, kami sebagai bocah tentu panik, dong. 

Kami pun memutuskan, biarlah aku membawa pulang sepeda itu. Terus, besok berangkat ke sekolah seperti biasa. Siapa tau, besok di parkiran ketemu sama pemilik sepeda itu.

Kami sempat kepikiran, apa mending besok di sekolah lapor guru BK aja, ya? Tapi, hal itu kami urungkan karena takut. Soalnya, image "menghadap ke guru BK" itu serem.

Aku juga gak berani cerita ke orangtua. Takut dimarahi 😆 

Jadilah, selama sepeda yang bukan milikku itu ada di rumahku, aku cemas. Aku berharap semoga orangtuaku gak tau kalau itu bukan sepedaku.

Keesokan harinya, aku dan Nurul berangkat ke sekolah dengan menaiki sepeda yang entah milik siapa itu.

Dan, ketika kami tiba di parkiran, ternyata oh ternyata... 

Di parkiran sudah ada murid yang sepedanya tertukar dengan sepedaku.

Benar, dia adalah murid kelas 7F.

Aku lupa gimana kelanjutannya. Yang jelas, waktu itu kami---yaitu aku, Nurul, dan si murid kelas 7F itu---tidak bicara banyak. 

Ada hawa-hawa kikuk di antara kami. Kami sama-sama bingung mau ngomong apa.

Singkat cerita, hari itu, akhirnya, aku dan Nurul membawa pulang sepedaku. Dan si murid kelas 7F membawa pulang sepedanya.

Aku lega karena akhirnya masalah sepeda yang tertukar ini hanya berlangsung sebentar. Dan, masalah bisa selesai tanpa perlu melibatkan orangtua dan guru BK.

Hari berganti hari. 

Aku sudah melupakan kejadian itu. 

Tapi, tidak disangka-sangka, di suatu siang yang panas, tiba-tiba ibuku bilang, "Eh, kemarin sepedamu tertukar, ya? Kok kamu gak cerita?" 

Mendengar pertanyaan itu, rasanya seperti disambar petir di siang bolong *lebay*. 

"Kok ibu tau?" tanyaku, tanpa bisa menyembunyikan keherananku.

Ibu pun berkata bahwa tadi dia ketemu salah seorang guru SD-ku yang bernama Bu Atun. Nah, ternyata, anak kelas 7F yang sepedanya tertukar dengan sepedaku tempo hari adalah anaknya Bu Atun.

"Lho, kok Bu Atun tau kalau sepeda anaknya tertukar dengan sepedaku?" aku tak henti memberondong ibu dengan pertanyaan-pertanyaan. 

"Kata Bu Atun, di sepeda tersebut ada tulisan namamu di dekat roda." 

Oh iya, aku baru ingat. Jadi, aku memang pernah menulis namaku di dekat roda sepeda bagian belakang menggunakan spidol. 

Ibu lalu melanjutkan, "Kata Bu Atun, anaknya sampai hampir nangis lho, waktu tau sepedanya tertukar dengan sepedamu."

"O ya?" tanyaku singkat.

"Kemudian, Bu Atun melihat-lihat sepeda tersebut dengan seksama. Nah, ketika Bu Atun melihat ada tulisan namamu di dekat roda, beliau yakin kalau itu adalah sepedamu." ujar ibu menjelaskan. 

"Terus?" tanyaku lagi.

"Bu Atun pun bilang ke anaknya, 'Gak papa, nak. Tenang aja. Sepedamu tertukar dengan sepeda murid SD-nya ibu. Ibu kenal kok, sama pemilik sepeda ini.' Akhirnya, anaknya Bu Atun gak jadi nangis, deh." 

Penjelasan ibu membuka mataku bahwa dunia ini sempit sekali.

Aku tidak menyangka. Bahwa, murid kelas 7F yang sepedanya tertukar dengan sepedaku tempo hari, adalah anaknya guru SD-ku.

Tapi, yang lebih membuatku heran adalah reaksi ibu yang biasa aja. Tidak marah sedikit pun.

Ya elah, tau gitu kan mending aku cerita aja waktu sepedaku tertukar. Gak usah pakai acara cemas segala.

***

Kamu sendiri bagaimana? Waktu kamu kecil, pernah gak, kamu melakukan sesuatu, lalu kamu mengira orang tuamu akan marah. Tapi, ternyata tidak.

Kalau pernah, coba cerita sini.

Komentar

  1. Kalo sepeda tertukar seperti mbak Anin sih belum pernah, maklum sekolah SD agak dekat cuma 500 m saja, sedangkan saat SMP aku...

    Yah...

    Tapi aku punya pengalaman benda yang ketuker yaitu sandal. Jadi seperti biasa kalo hari Jumat kan sholat Jum'at di masjid. Pulangnya agak belakangan soalnya sebelah saya itu ndilalah kok guru MDA aku jadinya ngga kabur buru-buru seperti biasa.

    Saat keluar masjid kok sandalku ngga ada, aku coba cari akhirnya ketemu ada di dekat tempat wudhu, tapi sandalnya kok ada tiga yang mirip baik betul maupun warnanya, soalnya sandal pasaran.

    Akhirnya aku ambil saja sandal yang paling bagus lalu pulang.🤣

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sandal swallow ya mas agus 🙊. Ups, sebut merk :D
      Biar gak ketuker lagi dikasih tanda mas. Kalo perlu digembok, kaya yg di meme-meme itu...

      Hapus
    2. Lha, memang sengaja ditukar sandalnya biar dapat yang bagus.🤣

      Hapus
  2. Pas sepedanya ketuker. Anak 7F itu pulang naik apa dong?? Hahha. Naik sepeda Sekar kah?

    Aku pernah sih ketuker sepeda gitu. Bentukannya mirip asli. Settingannya juga sama. Jadi kaya naik sepeda sendiri.. huahha. Yg beda sepeda ini ada belnya. Batinku "aihh ini siapa yg masang bel di sini.." wkwk. Akhirnya berhenti mikir. Terus sadar kalau ini bukan sepedaku..

    Abis itu ya aku balik lagi.. dan ketemu sama orang yg celinguk2 nyari sepedanya dia.. haha. Aku watados banget lagi..

    Ahh zaman sekolah memang penuh cerita2 hangat dan lucu ya .

    BalasHapus
    Balasan
    1. Anak 7F nya naik sepedaku mas bay.
      Jadi, aku dan si anak 7F itu "tukeran" sepeda selama sehari semalam 😆
      Iya ada aja cerita lucu 😂

      Hapus
  3. Pada jaman itu sepeda mini merek Phoenix lagi hits di kalangan anak SMP perempuan dan yang jadi pertanyaannya jaman itu, itu tahun berapa?

    BalasHapus
  4. sepeda phoenix ini nama jenisnya sepeda kumbang kan ya? aku juga ada sepeda merk phoenix tapi ontel gitu, yang jaduuul...

    cerita tertukar ini bisa jadi hikmah untuk pemilik sepeda yang lagi trend agar bersegera memodif entah itu ganti warna atau tambah stiker biar ga mudah ketuker sama sepeda lain yang sama, hehehe...

    Seru ceritanya!

    Anyway, Sekar sekarang masih sekolah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mas ady, biar gak ketuker, dikasih tanda :))
      saya udah lulus kuliah mas :D

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Susah Konsentrasi Selama Pandemi

Diam itu (Belum Tentu) Emas?

Semua Foto Akan Terlihat Jadul pada Waktunya