Postingan

Bisa Makan Cepat Adalah Privilege

"Kamu tuh makan atau ngemut, sih? Kok lama banget." Kata seorang teman di lokasi KKN dulu. Ya, dari dulu, satu hal yang jadi problem saya, yaitu gak bisa makan dengan cepat. Terutama kalau pagi hari, dengan udara yang masih dingin, entah kenapa membuat saya agak kesulitan menelan makanan.  Apa lagi kalau nasinya lembek. Ketika nasinya baru saya kunyah, lalu perlahan-lahan hendak saya telan, itu rasanya mual. Sehingga, nasi tersebut termuntahkan begitu saja.  Kalau sudah begini, saya hanya bisa diam. Diberi jeda. Setidaknya, 5 menit kemudian, baru bisa memasukkan makanan ke dalam mulut lagi. Itu pun, ngunyah dan nelannya harus slow motion . Kalau enggak, ya, muntah lagi. Akibatnya, durasi makan saya gak bisa cepat. Hal ini menyebabkan orang-orang yang melihat jadi geregetan.   "Kalau makan tuh yang cepet. Keburu rasanya berubah." Kata ibu saya.  Lha, bayangkan saja, saya yang lebih dulu makan, tapi selesainya belakangan. Sementara ibu saya yang mulai makan lebih akh

Belajar Mengenali Diri Sendiri

Tentu, kenal dengan diri sendiri itu penting. Kenal dengan diri sendiri berarti mengetahui kelebihan dan kekurangan diri.  Tapi, mengenali diri sendiri tidak seinstan itu. Butuh perjalanan panjang hingga akhirnya kita bisa mengatakan, "Oh, aku tuh orangnya begini..."  Berbagai kelebihan dan kekurangan yang melekat pada diri kita adalah identitas yang membedakan kita dengan orang lain. Masing-masing dari kita memang berbeda. Dan, melalui perbedaan itulah kehidupan bisa berlangsung.

6 Alasan Tidak Semua Berita Viral Harus Kita Konsumsi

Berita viral terus bergulir dari hari ke hari. Kemarin heboh tentang perselingkuhan artis A dengan artis B. Sekarang tentang tingkah konyol warga +62 yang bikin geleng-geleng kepala. Besoknya, entah, ada apa lagi.  Ada 6 alasan bahwa tidak semua berita viral harus kita konsumsi:  1. Tidak selalu relevan untuk kita. Seringkali, berita yang sedang viral itu tidak relevan untuk kehidupan kita. Kita tidak mengenal secara langsung orang yang diberitakan. Bahkan, orang yang diberitakan tidak tahu kalau kita hidup di dunia ini.  Apalagi, jika perilaku orang yang diberitakan itu tidak berpengaruh apa pun pada hidup kita, ngapain kita ikutan rempong?   2. Menuai perdebatan tak berkesudahan. Zaman sekarang mah, apa sih, yang gak jadi bahan perdebatan? Apa aja bisa, kan? Begitu pula dengan berita viral. Setiap ada berita viral, pasti langsung muncul komentar netizen.  Dan, selalu, ada 2 kubu, yakni yang pro dan yang kontra. Padahal, ada hal-hal yang gak perlu diperdebatkan. Ada hal-hal yang sebe

Dikucilkan

Ngomong-ngomong tentang kucil-mengucil, pasti sudah tidak asing di kehidupan kita.  Dalam suatu lingkungan, entah itu di sekolah, kuliah, bahkan tempat kerja, hampir selalu ada orang yang dikucilkan.  Lantas, mengapa seseorang bisa dikucilkan?  Menurut pengamatan saya, seseorang bisa dikucilkan karena dianggap tidak berdaya, dianggap tidak kompeten, dianggap tidak setara dengan orang lain, dianggap aneh, dianggap melakukan kesalahan, atau bahkan, tanpa sebab yang jelas.

Merindukan Kesederhanaan

Kemarin, saya mengganti template blog. Nama template blog yang sekarang saya pakai ini adalah Essential. Template ini bawaan dari Blogger.  Alasan saya memilih template bawaan Blogger adalah saya merindukan kesederhanaan. Saya rindu dengan template blog yang sederhana.  Sebenarnya, template lama saya juga sudah sederhana, kok. Tapi, masih kurang sederhana. Masih ada ornamen hiasan yang kurang perlu. Warnanya juga terlalu unyu dan girly .

Ketika Satu Per Satu Teman Mulai Menikah…

Sekarang, pukul 01.49. Beberapa jam menjelang salat Idul Fitri dilangsungkan. Saya mengetik ini di kamar yang lampunya sudah saya matikan sedari tadi. Dengan diiringi letupan bunyi mercon beserta takbir yang berkumandang bersahut-sahutan, saya menulis ini. Tadi sore, saya mendengar kabar. Lagi dan lagi, mengenai seorang teman masa kecil saya yang sebentar lagi akan menikah. Begitu mendengar kabar itu, saya menarik napas panjang. Ada perasaan saya yang entah apa. Sulit dideskripsikan lewat kata-kata. Tidak, tidak. Saya tidak merasa tertinggal atau bagaimana. Saya hanya takjub dengan cepatnya sang waktu berlalu . Saya hanya belum bisa move on dari bayangan sosok teman saya itu ketika kecil dulu. Tidak menyangka saja. Seseorang, yang dulunya masih anak-anak itu, sebentar lagi akan menikah. Rupanya begini, ya, rasanya menjadi orang dewasa, yang menyaksikan satu per satu teman masa kecil mulai menikah. Sekali lagi, pokoknya rasanya itu sulit digambarkan dengan kata-kata. Piki

Nostalgia Kegalauan Saat Mengerjakan Skripsi

Terakhir kali saya menyentuh skripsi itu lebih dari setahun lalu. Walaupun demikian, saya masih terngiang-ngiang terhadap segala drama yang menyertai selama proses pengerjaannya, antara lain berupa: 1. Bingung Mau Pilih Tema Seperti Apa. Untuk memilih tema skripsi, dulu saya sampai harus "bersemedi". Awalnya, saya bingung, apakah saya harus pilih tema skripsi yang spektakuler, atau yang peminatnya banyak, atau yang mudah? Akhirnya, saya pilih yang mudah saja. Kenapa? Karena, pada akhirnya, yang akan bergumul dengan skripsi tersebut kan, saya sendiri. Bukan orang lain. Jadi, ngapain lah mempersulit diri sendiri? Lagi pula, kalau mau pilih tema skripsi yang spektakuler misalnya. Tujuannya apa? Supaya terlihat "wow" gitu? Heleh, "wow" menurut mahasiswa, belum tentu "wow" menurut dosen. Mau pilih tema skripsi yang peminatnya banyak? Biar apa? Biar banyak temannya? Biar bisa kerja sama? Hilih, kenyataannya tidak semudah itu. 2. Dag-dig-dug M