Ikhlas

Dulu, ketika mendengar kata “ikhlas”, maka yang terbayang di benak saya adalah ikhlas ketika kehilangan barang kesayangan, diperlakukan tidak baik, dan ditinggalkan orang tercinta. Sekarang, saya menyadari 1 hal. Bahwa, ruang lingkup ikhlas tidak sesempit itu.

Ikhlas, dalam pengamatan saya, ternyata juga berkaitan dengan pendidikan tinggi. Dunia pendidikan tinggi (kuliah), tidak pernah menjanjikan apa-apa. 

Kuliah hanya mengajarkan kita tata cara belajar, mengulur akal, sehingga harapannya kita bisa punya bekal lebih untuk bertahan hidup. Dan, sungguh, kuliah tidak menjamin bahwa setelah lulus kita pasti akan punya penghidupan lebih baik, lebih mudah, dan lebih mulus.

Dengan kuliah, harapannya adalah wawasan kita meningkat, sehingga kesempatan kita ikut bertambah luas. Namun, ternyata tidak jarang, jarak pandang kita justru menyempit ketika lulus kuliah. Misalnya, kita mengambil jurusan X. Dan, pengetahuan kita menjadi hanya berkutat terbatas di bidang jurusan X tersebut. Tentu ini bukan salah kampus atau jurusan. Institusi pendidikan, hanya menjalankan tugasnya.

Ketika memilih suatu jurusan kuliah, kita menaruh ekspektasi padanya. Ketika mendaftar kuliah kita berangan-angan bahwa kita pasti akan dengan mudah bisa bekerja di bidang jurusan tersebut. 

Namun, setelah lulus, ternyata tidak semudah itu. Kita tak kunjung bisa bekerja di bidang jurusan tersebut – misalnya karena lowongan pekerjaannya sangat sedikit, atau, karena ternyata kompetensi kita masih rendah walau pun sudah lulus kuliah. Lalu, kita seolah menyalahkan jurusan tersebut. Padahal, jurusan kuliah, tidak pernah memberi garansi apa pun.

Jadi, mungkin ada yang salah dengan mindset kita. Jangan-jangan, selama ini kita tidak cukup ikhlas dalam memilih jurusan kuliah. Jangan-jangan, kita mengharapkan sesuatu – berupa keuntungan finansial atau kemudahan karir dari jurusan kuliah yang kita ambil.

Pada akhirnya, tinggal bagaimana kita menyikapi hal ini setelah lulus kuliah. Pilihan pertama, kita terus-menerus konsisten menekuni bidang jurusan kuliah yang kita ambil – sambil memikirkan berbagai kesempatan atau peluang. Pilihan kedua, segera move on dari bidang jurusan kuliah, lalu beralih ke bidang lain.

Apa pun pilihan yang kita ambil, intinya 1. Kita harus ikhlas. 

Jika kita memilih pilihan pertama, kita harus ikhlas jika ternyata bidang jurusan kita tidak se-waw-itu. Dan, jika kita memilih pilihan kedua, maka kita harus ikhlas bahwa ternyata ilmu yang kita pelajari selama kuliah tidak langsung dipakai. 

Jangan merasa bahwa kita sia-sia mengambil jurusan kuliah tersebut. Percayalah, walau pun pekerjaan tampak tidak berkaitan langsung dengan jurusan kuliah, tapi pasti ada peran-serta dari jurusan kuliah kita. Setidaknya, jurusan kuliah telah membentuk mentalitas kita.

Ikhlas, memang mudah diucapkan. Tapi, sulit dipraktekkan. Termasuk, ikhlas ketika kita menyadari bahwa jurusan kuliah yang kita ambil bukanlah golden ticket atas apa pun.

Komentar

  1. Well. Beberapa instansi perguruan tinggi masih memberikan janji manis setelah lulus kuliah sebagai daya tarik mereka sih, Mbak. Jadi mungkin pasti ya kecewa karena merasa kemakan marketing. Tapi ya itu tadi. Harus ikhlas. Karena life goes on, tidak peduli apa idealisme kita.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Susah Konsentrasi Selama Pandemi

Diam itu (Belum Tentu) Emas?

Ibu Saya adalah Orang yang Beruntung dalam Hal…