Pentingnya Bagi Tugas

Dulu, saya berpikir bahwa pembagian tugas hanya perlu diterapkan di bangku sekolah dan kuliah. 

Waktu sekolah, kita punya jadwal piket. Kita wajib mengurus kebutuhan kelas seperti mengisi ulang tinta spidol, menghapus papan tulis yang penuh tulisan, dan menyapu. 

Sementara saat kuliah, kita akrab dengan tugas kelompok. Selalu ada pembagian tugas – si A mencari bagian ini dan si B mengumpulkan materi bagian itu. Semua itu bertujuan memudahkan, meringankan, dan menyeimbangkan beban setiap anggota.

Baru setelah sarjana, saya menyadari 1 hal. Bahwa, pembagian tugas juga penting diterapkan di keluarga. Walau pun keluarga itu kesannya santai dan tidak ilmiah, tapi tanggung jawabnya tidak kalah berat dibandingkan piket anak sekolah dan tugas presentasi kelompok anak kuliah. 

Bahkan, ibu saya pernah berkata, “Urusan rumah tangga itu ketatnya melebihi urusan dinas.” Ibu saya lalu menambahkan, “Contohnya, si orang tua lagi dikejar deadline pekerjaan. Kebetulan anaknya sakit. Ya, entah bagaimana caranya, si orang tua harus mengurus anaknya, dan di sisi lain, kerjaan kantornya tidak boleh terbengkalai.”

Perkataan ibu semakin membuka mata saya bahwa tanggung jawab orang tua dalam keluarga tidak main-main. Nah, untuk meringankan tanggung jawab, seringkali orang tua menyuruh anaknya membantu pekerjaan domestik berupa beberes dan bebersih rumah. 

Lagi-lagi, dulu, saya mengira kalau tidak apa-apalah sesekali saya absen bantu cuci piring. 

Jadi, zaman SD, seharusnya saya mencuci piring setelah Ashar. Tapi, saya sering menunda-nunda. Tak jarang, saya baru mencuci piring saat azan Magrib. Bahkan, ujung-ujungnya, saya sering tertidur padahal belum cuci piring. Toh, nanti juga piringnya dicuci ibu. Begitu batin saya menggampangkan keadaan.

Kewajiban saya saat itu hanya mecuci piring. Tapi, karena saya sering tidak melakukannya, saya sering jadi sasaran empuk dalam semua hal. 

Misalnya, saat ada baju yang belum dilipat, ayah saya bilang, “Kamu ngelipat baju, dong.” Atau, ketika kamar mandi kotor, ibu langsung berteriak, “Kamu nguras kamar mandi, dong.” Dan, saat baju kotor setumpuk, ibu saya berujar, “Kamu bantu nyuci baju, dong.”

Saya lalu mikir. Apakah saya harus mengerjakan semua pekerjaan rumah itu? Kalau iya, kapan selesainya? Tapi, kalau enggak, kok saya merasa durhaka, ya?

Kemudian, saya mencoba mengambil peran. Oke, saya tidak akan mengerjakan semuanya. Saya hanya akan mengerjakan beberapa bagian. Tapi, saya harus konsisten. Maksudnya, tidak boleh bolong-bolong melakukannya, walau lagi bad mood, ngantuk, dan malas.

Saya pun menimbang-nimbang jenis pekerjaan rumah apa yang bisa dan suka saya lakukan. 

Kalau hanya bantu cuci piring, kayaknya belum cukup meringankan orang tua, deh. Akhirnya, saya juga menyapu, menjemur pakaian dan mengangkatnya ketika sudah kering. 

Dan, saya benar-benar berusaha konsisten. Melakukannya setiap hari.

Semenjak saya mulai konsisten, orang tua tidak pernah lagi mewajibkan saya melakukan semuanya. 

Saya hanya melakukan tugas bagian saya itu. 

Kakak bertugas membersihkan kamar mandi dan melipat baju. Ibu memasak dan mencuci baju. Dan, ayah menyapu halaman rumah dan membersihkan kebun. 

Semua anggota keluarga sudah punya spesialisasi masing-masing. Jadi, saya sudah expert di bidang cuci piring, menyapu, menjemur pakaian dan mengangkatnya ketika kering. Orang tua tidak pernah lagi menuntut saya untuk menjadi ahli di bidang lain.

Sekarang, semenjak lulus kuliah, motivasi saya konsisten membantu orang tua tidak hanya untuk meringankan beban mereka. Tapi, juga sebagai wujud sadar diri. Maksudnya, saya sadar diri sajalah. 

Masak tega sih, udah disekolahkan tinggi-tinggi, dikasih makan, dipenuhi semua kebutuhannya, belum punya penghasilan, masih pengangguran, lha kok bantu bebersih dan beberes aja gak mau?

Komentar

  1. hihihihi, jadi ingat masa kecil saya.
    Dulu saya mulai dikasih kewajiban bantuin ortu sejak usia 6 tahunan deh.

    Harus nyapu setiap pagi, nggak pernah saya tunda sih, soalnya ga boleh berangkat sekolah sebelum nyapu hahaha.

    Seingat saya, dulu saya nggak pernah disuruh mengerjakan sesuatu sih, karena biasanya saya kerjakan sebelum disuruh.

    Mungkin karena terbiasa.

    Dan saya bersyukur akan itu, karena sebenarnya membantu ortu itu, bukan membantu mereka, tapi membantu diri kita di masa depan.

    Kita nggak pernah tau akan jadi kayak gimana kita setelah dewasa dan menikah, tapi kalau kita punya life skill, setidaknya beberapa masalah jadi teratasi :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener mba, sekadar keterampilan bebersih rumah itu penting banget buat bekal di masa dewasa.

      Hapus
  2. Waah keren juga yaa pembagian tugas di keluarganya gitu ternyata. Patut dicontoh nih. btw, mbaknya baru lulus kuliah? Nampaknya kita seumuran yaa :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas aku baru lulus tahun ini heheh. Waktu masih kuliah, pengen cepet lulus. Eh, pas udah lulus, ternyata hidup gak seindah itu.
      Wah kita seumuran ya.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Susah Konsentrasi Selama Pandemi

Diam itu (Belum Tentu) Emas?

Semua Foto Akan Terlihat Jadul pada Waktunya