Ibu Saya adalah Orang yang Beruntung dalam Hal…
Jika ditanya, siapa
orang beruntung di dunia, maka Ibu saya adalah jawabannya. Jawaban ini didasarkan
pada hasil pengamatan kecil-kecilan yang saya lakukan. Tentu, parameternya saya
buat dan tetapkan sendiri. Jadi, mungkin akan valid bagi saya, tapi tidak bagi
orang lain.
Ibu saya adalah produk tahun 1960. Berbeda jauh dengan saya yang kelahiran 1998. Selisih umur mendatangkan perbedaan signifikan di antara kami, dari segi pola pikir, kebiasaan, dan kesulitan.
Akhir-akhir ini, perbedaan-perbedaan tersebut menggelitik saya. Saya tertarik untuk mengulik, lalu membandingkannya. Dan, berdasarkan kesimpulan saya, ternyata Ibu punya sederet kemudahan yang tidak saya miliki. Sederet kemudahan yang mungkin menurut ibu biasa saja, tapi menurut saya itu suatu kemewahan.
Tidak Pernah Merasa Salah
Jurusan
Ibu saya mengenyam
pendidikan di SPG (Sekolah Pendidikan Guru). Alasannya, bukan karena sudah
punya passion ingin jadi guru, melainkan karena tidak diterima di SMA
negeri. Bayangkan! Sesimpel itu. Dulu, banyak anak SPG yang minder kalau
melihat anak SMA atau STM karena merasa tidak pintar dan tidak waw.
Tapi, hal ini tidak berlaku bagi Ibu saya.
Setelah tamat SPG, Ibu
lanjut pendidikan ke universitas jurusan Pendidikan Bahasa Jawa. Ada 2 alasan.
Pertama, pilihan jurusan kuliah yang boleh diambil oleh lulusan SPG itu
terbatas, salah satunya Pendidikan Bahasa Jawa. Kedua, masih sedikit orang yang
mengambil jurusan tersebut sehingga peluang kerja terbentang luas.
Selama sekolah atau
kuliah, yang namanya “salah jurusan” tidak pernah terpikirkan oleh Ibu. Dia
hanya bertanggung jawab, menjalani apa yang sudah dipilih.
Tidak Pernah
Mempertanyakan Passion
Berbeda dengan anak millennials
zaman now (termasuk saya) yang sering resah mempertanyakan apa passion-nya,
ibu saya tidak pernah demikian. Zaman ibu muda, informasi belum sebanyak sekarang.
Belum ada influencer yang sharing seputar jati diri dan tujuan
hidup. Jadi, Ibu saya tidak pernah galau-galauan, mempertanyakan, apa sebenarnya
yang menjadi passion-nya.
Ibu hanya tahu kalau
dia tidak diterima masuk SMA, maka masuklah ke SPG. Sehingga, mau tak mau dia
harus berkecimpung di bidang pendidikan. Dia menjalaninya begitu saja. Kebetulan,
dia menyukai aktivitas mengajar dan bisa mengajar dengan baik.
Tidak Pernah Jadi
Pengangguran
Begitu lulus SPG umur
19 tahun, ibu saya mendaftar jadi guru, dan diterima tahun itu juga. Jadi, ibu
tidak pernah pusing menjadi pengangguran. Tidak pernah galau lamaran kerjanya
ditolak. Tidak pernah bingung harus daftar kerja ke mana lagi.
Ibu baru merasakan
benar-benar menganggur setelah pensiun. Tepatnya, saat berusia 60 tahun. Ya,
kalau ini sih memang sudah waktunya istirahat. Bukan karena tidak kunjung dapat
panggilan kerja.
Tidak Pernah Mengalami
Quarter Life Crisis
Saya baru tahu istilah
Quarter Life Crisis dari YouTube dan Blog. Dan, baru benar-benar
merasakannya setelah lulus kuliah di usia 22 tahun. Terlebih, saya adalah
seorang Sarjana Jalur Corona. Sehari-hari, saya jadi sering mempertanyakan
segala tetek-bengek hidup.
Jika ditanya, saya
yakin, Ibu tidak tahu dan tidak pernah mengalami Quarter Life Crisis. Kenapa?
Karena istilah itu belum populer ketika Ibu masih muda. Dan, di usia seperempat
abad, hidupnya tergolong mulus. Setidaknya, menurut saya.
Itulah 4 macam keberuntungan yang dimiliki Ibu saya.
Saya sedih
membandingkan betapa kontrasnya kemudahan ibu di masa muda dengan kesulitan yang
saya hadapi saat ini. Terkadang, saya bertanya-tanya, kenapa pencapaian saya
tidak bisa secepat Ibu. Dan, kenapa saya harus lulus kuliah di masa-masa sulit.
Ternyata, ketidaktahuan dan keterbatasan justru mendatangkan ketenangan. Contohnya itu tadi, Ibu saya yang bahkan tidak tahu apa arti passion, quarter life crisis, dll, malah hidup dengan tenang. Sementara saya, yang mengetahuinya karena setiap hari terpapar informasi, malah sering galau mempertanyakan diri sendiri. Merasa gak pintar lah, gak kompeten lah, gak berbakat lah.
Seharusnya, dengan bekal banyak informasi, saya makin percaya diri dan yakin. Tapi, ternyata segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Terlalu banyak informasi yang masuk tanpa saringan, justru memperberat kerja otak. Saya jadi kebanyakan mikir ini dan itu. Kebanyakan membandingkan dulu dan sekarang.
Wah hebat banget ibunya.. Jalan hidupnya lurus banget ya kak kelihatannya.. Kayak sudah diatur dan biarpun nggak sesuai rencana tapi tetep asik xd
BalasHapusHahaha... Begitulah kak
HapusHalo, salam kenal..
BalasHapusBaca postingan ini aku jadi belajar sebetulnya hidup itu gak perlu dibuat ribet, jalani aja dengan tanggung jawab apa yang dipilih. Bener juga sih, kadang informasi yang banyak malah bikin overthinking y
Betul. Terlalu banyak menerima informasi, hanya akan membuat mental breakdown, apalagi bila tidak diimbangi dengan informasi tentang mencintai dan yakin pada kemampuan diri sendiri. Kita yang hidup di era banjir informasi, membutuhkan kendali diri untuk memilah apa saja yang dicerna indera. Demi keselamatan mental. Terima kasih ya sudah sharing. ☺️
BalasHapus