Lula dan Anak-anak Lainnya

Namanya Lula. Dia adalah seorang anak perempuan kelas 2 SD yang satu tahun belakangan mengikuti les privat membaca di tempat ibuku --- pensiunan guru SD yang membuka les privat di rumah. 

Satu hal yang patut diacungi jempol dari Lula adalah sifat tahan bantingnya. 

Dia selalu datang tepat waktu, bahkan 5 menit sebelum les dimulai. 

Fokus, mencurahkan perhatiannya pada apa yang sedang dipelajarinya. 

Tidak mengeluh capek, walau dijejali materi pelajaran selama 1,5 jam lamanya. 

Tidak mengeluh bosan walau dia harus datang 2 kali dalam seminggu. 

Tidak cemberut ketika masih terseok-seok mengeja huruf demi huruf. 

Ketika dia ditanya tetapi tidak mengetahui jawabannya, dia hanya bilang, "Nggak tau...", tanpa mengeluh bahwa ini sulit. 

Satu tahun lalu, saat mulai ikut les, Lula benar-benar masih awam dalam hal membaca. Butuh waktu 3 bulan untuk menghafal 26 huruf abjad. Di bulan ke 6, dia baru bisa merangkainya menjadi kata. Dan baru di bulan ke 12 (atau setelah satu tahun) dia baru bisa membaca kalimat utuh. 

Aku tidak ikut mengajar. Cuma suka mengamati dan mendengarkan. Lula les di ruang tamu pada sore hari. Sementara itu, di saat yang bersamaan, biasanya aku menyapu ruang tengah, atau mencuci piring di dapur, sehingga sayup-sayup aku mendengar percakapan antara ibuku dengan Lula. 

Jujur saja, di awal-awal, aku sempat skeptis, meragukan, apakah Lula nantinya beneran berhasil bisa membaca. Karena, menurutku, daya tangkap Lula dalam menerima pelajaran, tidak secepat anak-anak lain. Katakanlah, jika anak-anak lain hanya butuh 2 kali penjelasan, Lula butuh 10 kali. 

Eee tapi, dugaanku salah. Aku terlalu congkak dalam memprediksi, sebegitu congkaknya, hingga secara tidak sadar, telah meng-underestimate Lula. 

Aku cuma fokus di "keterbatasan", atau katakanlah, kelemahan Lula, yakni daya tangkapnya. Aku lupa akan betapa tahan bantingnya Lula, yang mana ini merupakan kelebihannya. 

Lula betul-betul tahan banting. Tahan bantingnya berkali-kali lipat lebih kuat dari keterbatasan daya tangkapnya. Dengan kata lain, kelebihannya bisa mengalahkan kelemahannya. Dan, dia akhirnya bisa membaca dengan lancar. Walau, itu tadi, butuh waktu setahun penuh. Aku yakin, bahwa dari sifat tahan bantingnya, kelak akan mendatangkan manfaat besar. 

Nah, sejauh pengamatanku, Lula ini adalah anak yang paling tahan banting di tempat les ibuku. Bagaimana dengan anak-anak lain? Well, ceritanya macam-macam. 

Ada anak les yang cuma datang 5 kali, lalu gak pernah datang lagi karena sebenernya yang pengin les bukan dia, melainkan orang tuanya. 

Ada juga yang daya tangkapnya bagus, tapi setiap les tidak fokus di pelajaran, tetapi fokus ngelihatin jajanan di tasnya. 

Ada pula yang begitu duduk di kursi, dan les segera dimulai, langsung menguap hoaaammmm dengan lebar, pertanda mengantuk. 

Ada yang kalau les harus ditemani ibunya di sampingnya. 

Ada juga yang kalau les harus bersama temannya, gak mau sendiri. Kalau temannya gak berangkat, dia milih gak usah les aja hari itu. 

Pokoknya unik-unik.

Terkadang, aku kelepasan, membayangkan anak-anak yang gak niat les itu, besok gimana? 

Tapi, kalau dipikir-pikir, kok pikiranku congkak banget, sampai-sampai --- kasarnya, nih --- meragukan masa depan anak-anak hanya karena sekarang mereka gak niat les. 

Padahal, bisa jadi kan, anak-anak yang sekarang terlihat gak niat itu, suatu saat, mereka akan berbalik arah menjadi super niat pada hidupnya --- entah karena kesambet apa --- terus, mereka menjadi orang yang luar biasa sukses. 

Who knows? Intinya, apa pun itu tingkah mereka saat ini, selama masih dalam batas normal, ya gak apa-apa, namanya aja anak-anak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Susah Konsentrasi Selama Pandemi

Diam itu (Belum Tentu) Emas?

Semua Foto Akan Terlihat Jadul pada Waktunya