Kuota Apes
Berdasarkan pengamatan saya, ada 2 tipe orang dalam merespon aturan. Pertama, orang yang suka patuh aturan. Kedua, orang yang suka melanggar aturan.
Namun, biasanya, orang yang suka melanggar itu adalah orang yang beruntung. Maksudnya, ketika dia sedang melanggar, kebetulan sedang tidak ada razia, tidak ketahuan, sehingga tidak dihukum. Sekalinya lagi ada razia, lha kok kebetulan pas dia lagi patuh aturan.
Sedangkan, orang yang
suka patuh aturan itu biasanya tidak terlalu beruntung. Maksudnya, ketika dia
sekali saja mencoba melanggar, kebetulan ada razia, langsung ketahuan saat itu juga,
dan akhirnya dikenai hukuman, deh. Sayangnya, saya termasuk golongan
ini.
Ketika SMP, selalu ada
upacara bendera tingkat kecamatan pada tanggal 17 Agustus di setiap tahun. Upacara
ini diadakan di sebuah lapangan yang lokasinya jauh dari SMP saya. Jadi, untuk
menuju lokasi ini, perlu effort lebih. Hal ini mengakibatkan ada
beberapa siswa malas berangkat upacara, sehingga lebih memilih absen.
Ketika saya kelas 7,
saya memutuskan tidak membolos upacara 17 Agustus. Nah, ada beberapa teman yang
membolos. Namun, kebetulan saat itu tidak ada razia. Jadi, mereka yang absen
tanpa alasan bisa selamat begitu saja tanpa dikenai hukuman.
Hal yang sama terjadi
saat kelas 8. Seperti tahun sebelumnya, saya berangkat upacara. Dan, tetap ada
beberapa siswa yang membolos. Tapi, lagi-lagi, tidak ada razia, sehingga mereka
yang absen tanpa alasan masih bisa selamat 100%.
Ketika kelas 9, saya
mencoba untuk sesekali membolos upacara 17 Agustus. Saya hanya tidak berangkat
begitu saja, tanpa membuat surat izin dan tanpa meminta izin pada wali kelas
karena memang saya murni membolos. Bukan karena ada keperluan lain. Saya pikir,
tahun ini juga akan sama seperti tahun-tahun sebelumnya, yaitu tidak ada razia siswa
yang membolos. Sehingga, tentu saya berharap saya akan selamat tanpa dikenai
hukuman.
Namun, sayangnya, harapan
saya tak terwujud. Tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Rupanya tahun
ini ada razia. Dan, saya termasuk yang kena razia itu.
Akhirnya, semua siswa
yang tidak berangkat upacara (termasuk saya) dipanggil, lalu dikumpulkan di
tengah halaman sekolah. Kami diberi hukuman. Saya lupa persisnya, tapi intinya
hukuman itu berupa tugas mencari sejarah kemerdekaan Indonesia serta meminta
tanda tangan kepada guru PKN.
Jujur, saya merasa malu
sekaligus sebal ketika itu. Baru satu kali saja coba-coba melanggar aturan, eh,
langsung kena apes. Sementara orang lain yang sudah beberapa kali melanggar,
gak pernah kena.
Entahlah. Mungkin,
saya memang bukan tipikal orang yang beruntung mengenai hal ini. Saya bukan
orang yang pro untuk masalah yang satu ini. Sepertinya, saya memang
diciptakan untuk tidak usah aneh-aneh ikut-ikutan melanggar segala. Biarlah yang
melanggar mereka-mereka yang pro saja.
Sejak saat itu, saya
jadi kapok untuk melanggar. Bagi saya, lebih baik taati saja aturan yang ada.
Saya jadi lebih sering
memikirkan skenario terburuk. Mending pesimis duluan tapi pada akhirnya
baik-baik saja, daripada optimis duluan tapi ternyata ada masalah di belakang. Jadi,
ketika ada hal buruk terjadi, saya merasa biasa saja, karena sudah membayangkan
itu sebelumnya. Sebaliknya, ketika ada hal baik terjadi, jatuhnya malah seperti
rezeki nomplok.
Pengamatan saya terus berlanjut.
Sepertinya, memang ada orang-orang yang diciptakan beruntung. Orang-orang
seperti ini biasanya cenderung tidak ambil pusing dengan segala aturan yang
ada. Mereka santai, optimis, tidak pernah memikirkan yang tidak-tidak. Dan,
seolah dunia berpihak pada mereka. Dunia selalu mempermudah urusan mereka.
Saya sering mendapati hal
semacam ini ketika kuliah. Seperti kita ketahui bersama, setiap kampus punya
aturan. Di kampus saya, ada minimal kehadiran 75% untuk bisa ikut Ujian Akhir
Semester (UAS). Jika dalam satu semester ada 14 pertemuan, maka ada kuota 4
kali untuk membolos. Jadi, mahasiswa yang jumlah kehadirannya kurang dari 10
kali, dia tidak bisa ikut UAS. Dan, ketentuan ini tidak bisa diganggu gugat,
apa pun alasannya.
Dalam setiap kelas,
ada saja mahasiswa yang hobi bolos kuliah. Mahasiwa tipe ini biasanya sangat
lihai mencari celah. Ketika bolos, mereka selalu meminta tolong titip absen
pada teman akrabnya. Ketika ada kuliah, mereka membolos, dan teman akrabnya
akan menandatangani presensinya. Jadi, mereka tidak hadir di kelas, tapi ada tanda
tangannya.
Biasanya, dalam satu
semester selalu ada dosen yang ketat dalam hal presensi. Dosen tipe ini akan memanggil
satu per satu nama mahasiswa, untuk memastikan apakah mahasiswa benar-benar
hadir atau hanya titip absen. Dan, dosen tipe ini tidak punya ampun. Jika sampai
ada mahasiswa yang ketahuan titip absen, dosen tak segan-segan akan memberi
nilai E pada mahasiswa yang titip absen maupun yang dititipi absen.
Tapi, mahasiswa yang
hobi bolos ini jarang apes. Mereka sering beruntung dalam hal titip absen. Mereka
hampir tidak pernah ketahuan titip absen oleh dosen. Ketika dosen yang mengajar
adalah tipe dosen yang ketat itu tadi, lha kok kebetulan si mahasiwa ini lagi
hadir di kelas.
Jadi, si mahasiwa yang
hobi titip absen ini tidak kena masalah. Mereka selalu bisa ikut UAS walaupun
dari 14 kali pertemuan, mereka cuma hadir di kelas 3 kali, titip absen 10 kali, dan presensinya dibiarkan kosong 1 kali.
Entah, orang-orang
yang selalu beruntung ketika melanggar aturan itu punya amalan apa. Bisa jadi,
mereka punya amal perbuatan baik dalam hal lain yang bisa membentengi mereka
dari marabahaya.
Menurut saya, setiap
orang sudah punya kuota apes masing-masing. Mereka tidak mungkin selalu
beruntung dalam semua hal. Mungkin, mereka selalu beruntung ketika membolos
upacara atau ketika titip absen, tapi bisa jadi mereka apes di hal lain.
Sayangnya, sebagai
manusia biasa, kita tidak bisa memilih kapan kita akan beruntung dan kapan kita
apes. Kita hanya bisa mengantisipasi dan mengusahakan yang terbaik.
Manusia itu tempatnya
khilaf dan dosa. Ada kalanya kita menjadi manusia yang gelap mata, hanya berpikiran
jangka pendek, yang penting begini, yang penting begitu, sehingga rela
melanggar aturan.
Namun, kita punya
kuota. Ada kalanya, setelah melanggar, kita dapat kuota beruntung, tidak
ketahuan dan tidak dihukum. Ada kalanya juga, setelah melanggar, kita dapat
kuota apes, ketahuan, dan dihukum.
Yang jelas, kita hanya
bertugas menghabiskan kuota itu, baik kuota beruntung atau pun kuota apes. Jika
sedang beruntung, ya, senang sewajarnya saja. Karena setelah itu, jangan-jangan
kita harus menghabiskan kuota apes.
Sebaliknya, jika sedang apes, ya, hadapi saja. Siapa tahu, setelah itu, keadaan berbalik, dan keberuntungan akan menghampiri kita.
waaahaha, emang sering gitu ya. Apes. Ketika yg biasanya taat aturan, eh sekalinya melanggar malah kena sanksi hihi
BalasHapusIyaaa begitulah mas..
Hapus