Sibuk Latah
Setiap waktu, trend bergulir. Bergulirnya trend itu layaknya pergerakan roda, yakni terus memutar. Sesuatu yang dulu menjadi trend, beberapa waktu kemudian akan tenggelam, lalu sekarang kembali naik daun. Dan manusia, pada dasarnya sibuk latah terhadap trend atau sesuatu yang viral.
Mulai dari trend Gelombang Cinta, batu akik, hingga berkebun yang booming akhir-akhir ini, selalu menggelitik perhatian kita.
Kalau dilihat, fenomena trend polanya sama. Dimulai dengan media yang sibuk. Entah bagaimana caranya, benda atau kegiatan yang sedang diberitakan itu tampak menarik. Lalu, semua orang ingin memiliki. Dan akhirnya, barang tersebut dijual dengan harga melambung. Sejak itulah, ternobatkan sebagai barang yang lagi nge-trend.
Menurut saya,
keinginan tiba-tiba meningkat karena kita terus-menerus terpapar informasi. Iklan
atau postingan sosial media tiba-tiba lewat di beranda. Kita tidak dengan
sengaja mencarinya, namun informasi mengenai produk yang sedang nge-trend
itu tanpa permisi membombardir kita. Lama-lama, pertahanan kita runtuh. Kita
pun ikut arus trend.
***
Saya pernah beberapa
kali termakan bujuk rayu postingan sosial media.
Saat duduk di bangku
SMA misalnya, saya insecure dengan tinggi badan yang pas-pasan dan
berkeinginan menambahnya. Saya cari “Cara Menambah Tinggi Badan” di internet.
Ketemulah satu blog yang berisi Susu Penambah Tinggi Badan. Didorong rasa
penasaran, saya pun membuka nyaris semua ulasan produk itu. Dan pada akhirnya, saya
beli produk tersebut karena sudah ngebet banget ingin tinggi.
Kelatahan saya berlanjut
hingga kuliah. Saat itu, saya lagi ngidam nonton videonya seorang
Youtuber perempuan. Saya ngefans dengannya. Dan saya, lama-kelamaan ingin
meniru apa yang dia pakai.
Suatu ketika, dia me-review
sebuah hijab produk online shop. Dalam video itu, hijabnya tampak bagus
sekali. Dari segi warna, bahan, dan ukuran tampak sangat menarik. Sejak saat
itu, saya sibuk scrolling postingan Instagram brand hijab
tersebut. Setelah sibuk memelototi katalog produknya siang malam, saya termakan
juga, dan lagi-lagi, saya langsung membeli beberapa hijab sekaligus.
***
Tidak ada yang salah
dengan kelatahan terhadap trend. Namun, berdasarkan pengamatan saya,
pada akhirnya semua akan mengalami seleksi alam.
Sebuah barang atau
kegiatan yang lagi nge-trend, memang tampak lebih menarik dibanding saat
tidak nge-trend. Dua barang yang sama, akan melahirkan citra dan kesan
yang berbeda di mata kita, dalam waktu yang berbeda.
Batu akik misalnya,
sebelum viral, orang memandangnya biasa-biasa saja. Batu akik yang sama, menjadi
amat menarik ketika lagi viral. Setelah
keviralannya usai dan pemberitaannya tidak terlalu intens, batu akik tersebut
kembali tampak biasa.
Kita tidak waras 100%
ketika memandang sebuah benda viral. Saya tidak tahu, benda-benda yang lagi nge-trend
dan diberitakan harganya mahal sekali (terkadang tidak masuk akal) itu betul-betul
begitu atau tidak. Saya curiga, jangan-jangan, itu semua hanya ulah oknum yang
sengaja melebih-lebihkan, dan tujuannya memprovokasi kita agar ikut membeli?
Sebagaimana kita tahu, bahwa manusia, terkadang malah tertantang membeli suatu
benda yang mahal. Bukan fungsi yang kita cari, melainkan rasa bangga, puas, dan
prestise karena bisa membeli benda mahal.
Begitu pula dengan
saya. Ketika lagi insecure dengan tinggi badan, saya ingin bisa menambah
tinggi badan secara cepat. Dan karena lagi ngebet, saya mempercayai
semua review dan testimoni pembeli yang mengatakan bahwa susu peninggi
badan tersebut benar-benar bisa menambah tinggi badan.
Namun, setelah insecurity
berkurang kadarnya, saya bisa berpikir jernih. Mana ada susu yang bisa menjamin
bertambahnya tinggi badan? Kalau ada, kok, gampang sekali. Kalau
betul-betul worth it, harusnya semua orang bisa tinggi, dong.
Tapi kenyataannya, kan, tidak. Karena, memang yang namanya menambah
tinggi badan tidak semudah itu.
Pun dengan hijab. Dulu
saya sangat mengelu-elukan hijab tersebut. Sederet klaimnya, kini tampak tidak
seistimewa itu. Setelah membandingkannya dengan hijab yang ada di toko
terdekat, saya sadar, bahwa kualitasnya tidak beda jauh dengan hijab yang saya
beli di online shop dulu itu. Sebagai manusia ekonomis, saya lebih
memilih beli hijab di toko terdekat saja, toh kualitasnya sama-sama
bagus namun harganya jauh lebih murah.
Begitulah. Semua akan
terseleksi secara alami. Kita punya value, prinsip, dan kebutuhan. Kita
akan berusaha mengambil keputusan yang cocok. Trend itu tadi, jika
ternyata tidak selaras dengan diri kita, akan kita tinggalkan begitu saja.
***
Seberapa tahan lama
melekatnya suatu trend juga dipengaruhi oleh bakat dan tipe kepribadian
kita.
Sejak pendemi, semua
orang sibuk bercocok tanam. Orang yang dulunya tidak suka tanaman, mendadak
ikut suka. Orang yang dulu di rumahnya tidak ada tanaman hias, medadak
memborong beraneka tanaman hias.
Namun, semuanya kembali
ke diri sendiri. Bercocok tanam itu perlu ketelatenan, ketekunan, dan
kedisiplinan. Orang yang memang berbakat di bidang tanaman, dan dirinya suka
merawat tanaman, akan tetap terus bercocok tanam. Tak peduli sekarang lagi trend
atau tidak. Bahkan, jika sebentar lagi orang lain tidak suka bercocok tanam,
mereka tidak terpengaruh. Mereka tetap sepenuh hati merawat tanamannya.
Sebaliknya, orang yang
hanya ikut-ikutan, biasanya tidak bertahan lama. Iya, orang tersebut suka
tanaman. Tapi, cuma suka melihat. Tidak suka merawat. Tidak telaten kalau harus
menyiram, memberi pupuk, dan mengontrol 2 kali sehari kalau-kalau ada ulat yang
nempel.
Orang yang hanya
ikut-ikutan, tidak akan tahan guncangan. Jika trend-nya sudah surut, dia
ikut berhenti. Seperti dalam hal tanaman hias itu. Setelah trend-nya
usai, dia tidak akan melanjutkan aktivitas bercocok tanam.
***
Ada sebuah cerita. Sebut
saja si A, adalah seseorang yang suka merawat tanaman hias dan punya banyak
tanaman hias. Dia punya tetangga, sebut saja si B, adalah orang yang baru-baru
saja tertarik tanaman hias.
Si B datang ke rumah
si A. Melihat banyak tanaman hias yang cantik, si B tertarik. Si B pun bilang
pada si A, ingin meminta satu. Si A memperbolehkan. Jadilah si B pulang ke
rumahnya membawa satu pot tanaman hias.
Namun, tanaman hias
yang dibawa pulang si B hanya teronggok. Si B tidak telaten merawatnya. Akibatnya,
tanaman hias itu mati begitu saja.
Sementara itu, dengan
jenis tanaman yang sama, tanaman milik si A masih hidup dengan subur. Si A
telaten merawatnya setiap hari.
Kita bisa melihat
perbedaan keduanya. Si B, hanya sibuk latah mengikuti trend yang ada.
Tanpa menimbang lebih jauh, apakah dia memang benar-benar suka, sanggup, dan passionate
merawat tanaman hias.
Sementara itu, si A, bercocok
tanam karena memang suka, sanggup, dan passionate melakukannya.
Tidak ada yang protagonis dan antagonis antara si A dan si B. Kita menjadi si B terlebih dahulu, untuk mengeksplorasi dan mencoba berbagai hal. Setelah beberapa kali, perlahan-lahan kita bisa menjadi orang seperti si A. Tidak sibuk latah, tetapi sibuk melangkah secara terarah.
Komentar
Posting Komentar