Postingan

jelek

kayaknya selama hidup, beberapa kali hasil karyaku dibilang jelek.  udah susah-susah ikut lomba menggambar mewakili sekolah waktu SD, eh kepala sekolahnya bilang, ngapain ikut lomba, orang gambarnya jelek kok. padahal waktu itu aku mewakili kecamatan, dan di tingkat kabupaten aku masuk 8 besar. udah full effort bikin konten video di instagram kantor, eh dibilang, oh kasian, yang nonton sedikit, yang nge-like juga cuma orang-orang kantor, padahal yang jadi talent di video itu ada di depan mukanya.  pernah juga waktu kecil, aku pakai jilbab langsungan, dibilang, kamu itu kalo pakai jilbab itu gak pantes. bahasa jawanya "ora wangun". pernah juga udah aku udah bantuin edit foto untuk diupload di instagram kantor, eh dibilang, "kenapa begitu? tangannya terpotong?". Ya memang tangannya terpotong atau gak nampak di foto tersebut. tapi point-nya adalah, aku kan cuma "membantu", kenapa jadi dituntut sempurna. lagi pula yang ku upload itu pasfoto, ya yang penting wa...

Something yang Missed

Seiring bertambahnya usia, aku mengamati bahwa banyak orang dewasa yang terjebak dalam lingkaran setan, yakni dendam kepada manusia lain. Ini bisa bervariasi, mulai dari rasa tidak suka, tidak cocok, yang akhirnya semakin jauh berkembang menjadi dendam kesumat. Bahkan, seringkali rasa tidak suka/tidak cocok ini dimulai dari hal-hal sepele. Well, karena aku suka mengamati komen netizen di Instagram, perdebatan bisa seputar IRT vs working mom, sekolah negeri vs swasta, pembalut disposable dicuci dulu vs langsung dibuang. Netizen akan balas-balasan komen sampai panjang sekali. Bahasannya jadi ke mana-mana, semakin memanas, dan seringkali jadi keluar jalur. Dan, inilah fenomena baru yang menjamur kira-kira 3 tahun belakangan, yakni netizen semakin gencar menulis komen, kalimatnya semakin panjang. Pun platform media sosial seperti YouTube dan Instagram juga memfasilitasi hal ini dengan menyediakan kolom komen yang ukurannya semakin besar.   Lalu, menurutku jaman sekarang orang juga...

Avoidant Attachment Style

Berdasarkan perenungan sekian lama, sepertinya aku memiliki tipe attachment Avoidant Attachment Style. Ini lebih kepada bagaimana sikap kita saat berhubungan dengan orang lain.  Avoidant atau penghindaran, artinya orang dengan tipe attachment seperti ini cenderung menghindar dari orang lain pada situasi tertentu. Menurut Google, orang dengan tipe attachment ini menghindar saat hubungannya dengan orang lain semakin dekat / intim.  Aku sendiri misalnya, suatu ketika membeli bakso di sebuah warung. Karena rasanya enak, aku pun beberapa kali kembali ke warung itu untuk membeli bakso lagi. Katakanlah seminggu sekali aku beli bakso di warung itu.  Awalnya aku merasa nyaman di warung itu. Tapi, semuanya berubah ketika... Penjual baksonya mulai mengenali diriku. Mulai hafal wajahku. Dan penjual tersebut pun mulai tanya-tanya ke aku.  Sebenarnya biasa saja sih. Pertanyaan template. Kayak,  kuliah atau kerja di mana mbak? oh kerja, itu kantornya bergerak di bidang apa mba...

Karena Semua Tak Lagi Sama

Momen mudik lebaran adalah hal yang paling kutunggu. Ke tempat nenek, bertemu sepupu, setengah atau satu jam pertama masih malu-malu, tapi setelahnya berangsur akrab. Lalu main, tidur, belanja, bahkan mandi bareng mereka.  Tapi itu dulu.  Setelah aku dan sepupu-sepupu tumbuh dewasa, kami malu-malunya tidak hanya di setengah atau satu jam pertama, tapi seminggu full .   Entah kenapa, semakin bertambah umur, rasanya semakin kikuk bertemu saudara sendiri. Meskipun pemikir, waktu kecil aku bisa bersenda-gurau dengan saudaraku. Tapi saat dewasa, jangankan bersenda-gurau, menyapa sepatah kata saja rasanya malu, segan, dan takut salah.  Pun juga saudaraku, sebenarnya periang, tapi entau kenapa, saat dewasa, mereka jadi introvert . Mungkin mereka pun juga merasakan awkward padaku, segan kalau mau menyapaku.  Jadilah kami saling diam. Kenal, tapi seperti tak kenal.  Kami tak pernah berdebat apalagi bermusuhan. Kami juga tak pernah mem- bully satu sama lain. K...

Capek

Beberapa tahun belakangan, aku menjadi manusia yang punya mentalitas pendebat, semua-muanya pengin aku debatin. Semua omongan dan point of view orang lain aku anggap sebagai hal yang berlawanan denganku. Padahal belum tentu. Padahal orang lain belum tentu bermaksud demikian.  Aku sibuk mengoreksi pemikiran orang lain yang aku anggap salah. Aku sibuk membentur-benturkan dua kubu.  Sebagai contoh, ketika si A sedang membicarakan keburukan si B, aku langsung mendebat si A, "Jangan gitu, emang salah ya kalau si B blablabla, gak ada yang salah, tauk! " Atau, ketika ada berita viral di Instagram, aku scroll satu per satu komentar netizen yang puanjang-puanjang dan bersahut-sahutan itu, selalu ada dua kubu ekstrim dan terkesan hitam putih banget,  padahal belum tentu beneran begitu.  Lama-lama aku ngerasa capek. Dahlah, ketika ada hal yang gak aku setujui dari point of view orang lain, aku mending diam aja, gak mau mikirin dan memperdebatkannya lagi. 

Kecerdasan Emosi

Bisa dibilang, aku adalah orang yang kecerdasan emosinya rendah. Aku kurang bisa mengontrol emosi. Tidak hanya emosi marah, tetapi juga emosi sedih, sebal, kecewa, takut, dan lain sebagainya.  Aku sering tidak bisa mengontrol emosi di depan banyak orang. Misalnya, aku bisa marah-marah di depan orang lain, secara membabi buta. Atau, aku bisa menitikkan air mata, bahkan pernah menangis tersedu-sedu ketika orang lain memarahiku yang baru saja berbuat salah. Atau, pernah pula, aku tidak bisa menyembunyikan kegugupanku saat harus presentasi tugas kuliah, bahkan, suaraku sampai terdengar bergetar hebat dan mukaku sampai terlihat pucat pasi. Iya, sebegitu rendahnya kecerdasan emosiku.  Tetapi, semakin ke sini, aku sadar, bahwa aku tidak bisa begitu terus. Aku harus belajar meningkatkan kecerdasan emosi. Aku harus bisa mengendalikan perasaan. Dan aku juga harus bisa menunjukkan respon yang wajar atas hal apapun yang menimpaku, entah itu aku sedang kesal, aku sedang dimarahi, dibentak,...

Dilema

Per tanggal 19 Oktober 2022 kemarin, aku ganti HP. HP lamaku sudah menemaniku selama 5 tahun lebih 3 bulan, dalam susah maupun senang, suka maupun suka.  Sebenarnya, kemarin-kemarin aku dilema, antara mau ganti HP atau servis HP aja. Di satu sisi, pengin ganti HP aja, karena performa HP lamaku itu udah menurun drastis sehingga amat sangat mengganggu. Tapi, di sisi lain, juga pengin tetap mempertahankan HP lama, karena sayang sama duitnya.  FYI, HP lamaku itu udah rusak tombol powernya. Jadi, karena tombol powernya udah keras banget, alhasil setiap kali mau nyalain HP itu, harus aku colok ke charger dulu supaya layarnya nyala. Alhasil, ke mana-mana aku harus bawa powerbank. Soalnya kalau sampai batrenya habis dan HP nya mati total, aku bakal kesulitan nyalainnya. Kalau udah begitu, aku harus menekan tombol power sekuat tenaga untuk nyalainnya. Seringkali, tanganku sampai sakit karena harus berkali-kali mencet tombol power.  Selain itu, indikator batrenya juga udah error. P...

Memilih Mingkem

Satu hal yang aku rasakan, bahwa setiap manusia mempunyai "jarak" yang berbeda ketika berinteraksi dengan manusia lain. Well , gampangnya gini. Misal, si A bisa berbicara lepas dengan si B -- mulai dari bercanda, ngebanyol, curhat, dll -- dengan sangat bebas dan ceplas-ceplos. Tapi, si A tidak selepas itu ketika berinteraksi dengan si C. Si A agak jaga jarak sekaligus agak jaga omongan ketika berinteraksi dengan si C. Ringkasnya, si A berjarak dekat dengan si B, tapi si A berjarak jauh dengan si C. Dulu, waktu masih anak-anak hingga remaja, aku seperti itu. Aku ceplas-ceplos ketika sedang berbicara dengan keluarga intiku, yaitu ibu, ayah, dan kakak. Dan menjaga jarak ketika bicara dengan non keluarga inti. Aku melakukan itu, karena dulu kupikir, keluarga inti adalah tempat yang "aman" untuk memuntahkan unek-unek. Tapi, seiring bertambahnya usia, aku mendapat wawasan baru, bahwa keluarga intiku pun tidak sepenuhnya aman.  Bisa saja keluarga intiku membocorkan curhata...

Fast Living yang Melekat pada Diri Generasi Z

Kemarin, aku nonton sebuah video di youtube yang isinya mengatakan bahwa Generasi Z (kelahiran 1997 - 2012) adalah generasi yang gak sabaran. Sebagai Gen Z, aku rasa pernyataan itu memang benar, sih. Akibat hidup di tengah perkembangan teknologi yang pesat, Gen Z punya sisi positif berupa: Ingin menyelesaikan segala persoalan dengan efektif dan efisien. Tapi juga sepaket dengan sisi negatif berupa: Ingin hasil instan, gak sabaran dalam menghadapi proses, mudah cemas, overthinking, insecure, dan membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain. Dengan kata lain, filosofi fast living , atau ritme hidup yang ingin cepat, sat set sat set was wes wos itu sangat melekat pada diri Gen Z. Berdasar pengalamanku pribadi, fast living ini bagus untuk memotivasi diri agar segera mencapai target-target yang diinginkan. Tapi di sisi lain, kalau terlalu ekstrim, praktek fast living juga bisa bikin kita stress kalau kita gak bisa mencapai target-target itu. Karena, tercapai atau gaknya suatu t...

Ritme Sirkadian

Ada yang tau ritme sirkadian itu apa? Gampangnya, ritme sirkadian adalah ritme biologis tubuh kita. Kapan kita mulai tidur dan kapan kita bangun. Ada orang yang ritme sirkadiannya seperti ini: tidur jam 9 malam, bangun jam 4 pagi.  Ada pula orang yang ritme sirkadiannya seperti ini: tidur jam 12 malam, bangun jam 7 pagi.  Tapi, ada juga yang ritme sirkadiannya gak teratur: tidur kadang jam 12 malam, kadang jam 3 pagi, kadang jam 7 pagi. Dan bangun juga gak teratur, kadang jam 5 pagi, kadang jam 9 pagi, bahkan kadang jam 3 sore baru bangun. Siapa yang gak teratur itu, hehehe? Kayaknya banyak ya, yang semenjak korona ritme sirkadiannya jadi kacau. Aku pun iya, di tahun 2020 dan 2021.  Kalo aku inget-inget, wuih, tahun 2020-2021 tuh kacau banget hidupku. Karena saat itu aku udah lulus kuliah, tapi belum bekerja, ditambah dengan, aku gak cukup tegas dengan diri sendiri, alhasil tubuhku merasa gak punya kewajiban untuk tidur dan bangun tepat waktu.  Waktu itu, aku sering,...

Menyikapi Hal-hal yang Gak Bisa Kita Kontrol

Bisa dibilang, dari kecil aku gak akrab dengan kegagalan. Aku nyaris selalu bisa mendapatkan apa yang aku inginkan. Masuk di sekolah yang aku inginkan, mendapatkan rangking yang selalu aku inginkan, hingga universitas yang juga aku inginkan. Baru ketika lulus kuliah... boommmmm!!! Untuk pertama kalinya aku menghadapi kegagalan. Itulah kali pertama, aku terganjal oleh realita. Itulah kali pertama, aku tidak (atau belum) mendapatkan sesuatu yang aku inginkan. Jadi, saat baru lulus kuliah di tahun 2020 dulu, aku amat berambisi mendapatkan pekerjaan yang aku inginkan. Waktu itu, aku mati-matian mempersiapkan diri untuk mengikuti seleksi tes masuknya. Tapi ternyata, aku gagal di seleksi tersebut. Aku pun sangat sedih, sangat terpukul, sekaligus sangat galau, karena kok perjuanganku yang mati-matian itu hanya membawaku pada kegagalan. Dari situ aku belajar, bahwa... udahlah, gak usah terlalu tegang dan gak usah terlalu berapi-api ketika ingin mewujudkan suatu hal. Bisa dibilang, waktu itu ak...

Bekerja Tidak Sesuai Jurusan?

Yap, saat ini aku bekerja tidak sesuai jurusan kuliah.  Aku adalah lulusan jurusan Geografi--yang mayoritas alumninya bekerja di konsultan pemetaan, tapi sekarang aku justru bekerja di bidang Ilmu Komunikasi.  Alasannya?  Ya karena dapetnya ini 🤣  Aku udah melamar ke sana kemari di konsultan pemetaan, tapi belum ada yang nyantol. Dan akhirnya, di sinilah aku "terdampar" sekarang, di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang Ilmu Komunikasi.  Babar blas gak nyambung sama jurusan kuliahku 😆 . Aku sendiri sangat bersyukur akhirnya bisa dapat pekerjaan setelah luntang lantung jadi pengangguran selama 20 bulan sejak lulus kuliah. Tapiiii, sebagai manusia biasa yang pikirannya sering ke mana mana, ada sedikit kegalauan yang aku rasakan. Jadi gini guys. Sebenarnya, aku nge-hide semua story WhatsApp yang ada di kontakku. Tujuannya supaya aku gak ngeliat story mereka. Tapi, dasar tanganku gatel, tetep aja sesekali aku ngintip story-story tersebut. Kadang aku melihat ak...

Hari Pertama Masuk Kerja

Setelah kemarin-kemarin aku curhat perihal gak enaknya jadi pengangguran, di postingan blog kali ini aku akan bercerita tentang hari pertama masuk kerja. Akhirnya, setelah menjadi pengangguran selama 20 bulan lamanya, aku dapat kerja juga.  Selama 20 bulan itu, ada kalanya, aku curhat ke keluarga perihal ke-frustrasi-an-ku mencari pekerjaan, dan keluargaku hanya bilang gini, "Cari sampai ketemu!"  Lalu, ada kalanya, aku pengin curhat dengan teman, tapi gak jadi, karena aku berpikir, bahwa aku hanya akan merepotkan dia, dan sepertinya curhat ke teman perihal susahnya cari kerja itu kurang etis, itu yang ada di pikiranku.  Setelah lulus kuliah, aku baru merasakan sulitnya mencari pekerjaan. Aku baru benar-benar mengalami, seperti apa rasanya merintis, memulai, dan mengusahakan sesuatu dari nol.  Kalau dulu, waktu cari SMA setelah lulus SMP misalnya, ya udah, gak keterima di SMA A, ya daftar aja di SMA B. Atau waktu cari kampus pasca lulus SMA, gak keterima di kampus X,...

Lagi Demotivated

Entahlah. Beberapa hari belakangan, aku gak berselera ngapa-ngapain. Kerjaannya rebahan terus. Hambar. Bosen sama diri sendiri.  Aku pun bertanya-tanya, ke mana perginya motivasiku? Kenapa aku jadi gak punya motivasi gini, sih?  Kayak, gak ada hal menarik di hidupku sekarang ini.  Buat bangun dari kasur aja males banget.  Makan juga cuma buat formalitas biar tetep ada tenaga.  Capek, padahal gak ngapa-ngapain.

Pengendara Motor Ter-cemen

Jika di dunia ini ada Sayembara Pengendara Motor Ter-cemen, pasti akulah juaranya. Serius. Padahal, aku sudah delapan tahun menjadi pengendara motor, tapi skill masih gini-gini aja:  1. Takut Naik Motor Bebek .  Bagiku, mengendarai motor bebek jauh lebih sulit dibanding mengendarai motor matic . Ketika naik motor bebek, kita harus paham kapan waktunya pakai gigi satu, dua, tiga, atau empat. Well , tidak apa-apa sih kita cuek terhadap penggunaan gigi, misalnya kecepatan 60 km/jam tapi pakai gigi satu, tapi siap-siap saja motornya bakal bergetar hebat dan sebagai akibatnya... pantat kita kesemutan a.k.a gringgingen dalam bahasa Jawa. Aku pernah belajar naik motor bebek di jalan raya. Niat hati ingin menyalip sebuah truk. Maka, aku memacu kecepatan. Harusnya aku iringi dengan menambah gigi dengan cara menginjak pedal gas bagian depan, kan. Eh, tapi aku justru melakukan sebaliknya, yakni menginjak pedal gas bagian belakang! Aku salah injak! Motor bebek yang aku kendarai syok ...

Sebuah Pengalaman Interview Kerja yang Mengesankan

Awalnya, aku cuma melamar pekerjaan yang khusus diperuntukkan bagi lulusan S-1, sebagaimana pendidikan terakhirku. Tapi, dari 54 lamaran yang aku kirim, hanya ada : 2 e-mail berisi balasan penolakan pada tahap seleksi administrasi, 1  e-mail berisi kegagalanku di tes tertulis, 1  panggilan interview yang berujung dengan penolakan, dan 50 sisanya… tidak ada kabar sama sekali. Itu baru yang aku catat. Masih ada beberapa yang gak aku catat. Lalu, aku pun menurunkan standar. Walau Pendidikan terakhirku S-1, aku coba melamar pekerjaan untuk lulusan SMA/SMK. Pokoknya, aku gak pilih-pilih lagi. Aku pun mengirim lamaran sebagai Staff Admin di salon kecantikan, Staff Packing di toko kue, bahkan aku juga melamar sebagai tukang cuci dan setrika baju di tempat laundry. Hasilnya? Tidak ada balasan. Aku terus mencari. Suatu hari, aku melihat sebuah lowongan pekerjaan untuk lulusan SMA sebagai Staff Produksi di sebuah UMKM yang membuat produk hampers dan parcel . Tanpa p...

Alibi

Pada postingan blog kali ini, aku mau bernostalgia dengan tingkah laku ajaibku di masa kuliah. Dulu, aku adalah seorang mahasiswa yang amat penakut dan pemalu. Aku akan merasa takut dan malu untuk hal-hal yang sebenarnya sepele. Misalnya, saat ditunjuk oleh dosen untuk menjawab pertanyaan.   Di antara sekian banyak dosen, pasti ada dong yang hobi nunjuk mahasiswa. Tujuan si dosen itu macam-macam, tapi intinya cuma satu, yaitu ingin ngetes. Mulai dari ngetes seberapa mendalam pemahaman yang dimiliki mahasiswa, hingga ngetes seberapa kuat mental yang dimiliki mahasiswa. Nah, sebagai seorang mahasiswa penakut dan pemalu garis keras, tentu saja, dosen yang suka nunjuk mahasiswa bukanlah dosen favoritku. Aku lebih suka dosen yang jarang nunjuk mahasiswa. Semakin jarang seorang dosen nunjuk mahasiswa, maka semakin sukalah aku kepada dosen tersebut. Sayangnya, di setiap semester, pasti ada dosen yang suka nunjuk mahasiswa. Ada beberapa style dosen dalam menunjuk mahasiswa, yait...

Curhatan Seorang Pengangguran

Disclaimer: Tulisan ini membawa energi negatif.  Mei 2020 adalah bulan di mana aku wisuda. But, sampai saat ini, yang kalau dihitung-hitung sudah 19 bulan, aku masih menganggur.  Sudah sekian banyak lamaran pekerjaan yang aku sebar, baik itu di bidang yang sesuai jurusanku atau pun tidak, sejauh ini, semua berujung pada satu kata: Penolakan. Aku pun merutuki diriku sendiri.  Kenapa teman-temanku bisa dengan begitu mudahnya mendapat pekerjaan, sedangkan aku, belum ada satu pun yang nyantol.  Sebegitu gobloknya kah aku?  Aku merasa menjadi manusia yang hina.  Aku merasa masih jalan di tempat, di saat beberapa temanku sudah melesat jauh ke depan.  Aku merasa, saat ini kondisiku bagaikan remah-remah emping yang mulai melempem di dalam kaleng biskuit Monde. Kadang, aku berusaha menghibur diri sendiri, dengan mengatakan, "Yang sabar aja dulu..."  Tapi, bagian dari diriku yang lain mengatakan, "Sampai kapan?" Aku sudah pernah ikut sesi mentoring psikolog...

Perlu Perjuangan untuk Bisa Menghabiskan Skincare Hingga Tetes Terakhir

Oke, di postingan sebelumnya aku bersambat-sambat ria mengenai gak enaknya jadi pengangguran selama 1,5 tahun, kali ini aku mau sambat lagi. Sambat tentang apa, tuh? Sambat tentang sulitnya menghabiskan skincare hingga tetes terakhir. Seperti perempuan pada umumnya, aku juga punya skincare . But, aku tidak termasuk skincare addict . Aku punya skincare ya sekedar punya aja. Aku gak terlalu rajin dalam memakai skincare . Cenderung malas-malasan, malah.  Aku sudah khatam dengan semua teori per- skincare -an. Aku tau apa itu double cleansing , chemical toner , hydrating toner , moisturizer , sunscreen , dan sebagainya.  Aku juga tau bahwa di dunia ini ada yang namanya "7 Step Skincare Routine ", "10 Step Skincare Routine ", dan seterusnya. Udah hafal di luar kepala. Tapi, aku cuma ngerti teorinya. Prakteknya? Zonk. Aku pernah ada di masa, antusias banget ketika nonton video tutorial skincare di channel youtube Female Daily. Aku terkagum-kagum dengan kulit ki...

Lagi Bingung Banget

Kali ini, aku cuma mau curhat. Ehm, lebih tepatnya mengeluh, ya. Bagi yang gak suka mendengar keluhan, silakan close postingan ini sekarang juga. Sudah 1,5 tahun aku jadi pengangguran. Aku gak tau, apakah aku masih pantas disebut fresh graduate . Kayaknya sih, kalau udah 1,5 tahun udah bukan fresh graduate lagi, tapi expired graduate .  Sumpah, aku lagi bingung banget. Aku beneran bingung harus melakukan apa lagi.  Aku malu, udah lulus kuliah tapi belum juga punya penghasilan.  Cari lowongan di internet, banyak yang:  - Lowongan abal-abal a.k.a penipuan, atau  - Ada syarat, minimal 3 tahun pengalaman kerja. Sekalinya ada yang buat fresh graduate , syaratnya adalah:  Ijazah asli ditahan. Ya gimana ya, aku gak mau sih kalau sampai ijazah asliku ditahan.  Iya ngerti, mungkin itu jadi salah satu cara bagi perusahaan supaya karyawan gak resign sesukanya. Tapi, aku secara pribadi gak berkenan, sih. Ya kalau entar ijazahnya aman dan dikembalikan, kalau...